Senin, 23 April 2012

TULISAN 7 MANAJEMEN PENJUALAN

Didalam membuat keputusan untuk membeli barang atau menggunakan barang atau jasa, selalu saja melibatkan diri sendiri sebagai pribadi yang menentukan pembelian atau penggunaan barang tersebut , lingkungan sekitar kita termasuk keluarga dan orang-orang terdekat kita. Seseorang yang hendak membeli suatu barang selalu berpatokan pada kualitas harga dan minatnya terhadap barang yang akan dibelinya. Prilaku konsumen umunya dipengaruhi oleh individu yang lainnya, individu yang mempengaruhi tersebut dapat dimasukkan sebagai kelompok primeryang terdiri atas kelompok terdekat dari individu tersebut misalnya teman dan tetangga. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok sekunder yang mempunyai interaksi yang lebih formal dan memiliki sedikit iteraksi. Kelompok sekunder meliputi kelompok keagamaan , serikat buruh dan asosiasi professional. Kelompok acuan berfungsi sebagai titik banding/referensi langsung atau tidak langsungyang membentuk sikap maupun perilaku seseorang. 1. Memahami Dinamika Pengaruh Pribadi Dan Kelompok Dalam Srategi Pemasaran : A. Pengaruh pribadi Komunikasi secara lisan yang digunakan dalam memikat konsumen untuk bisa membeli suatu barang tertentu yang diceritakan oleh yang sebelumnya pernah menggunakan barang tersebut dan mendapatkan hasil yang baik. Serta variabel penentu yang penting didalam pengaruh pribadi adalah keterlibatan produk dan pengaruh social barhubungan dalam dua cara: a). Keterlibatan meningkat bila pilihan yang dibuat mempengaruhi status social seseorang dan penerimannya. b). Keterlibatan yang tinggi kerap mencetuskan pencarian informasi dari orang yang dapat dipercaya. B. Pengaruh kelompok Orang atau sekelompok orang yang mempengaruhi sacara bermakna mengenai perilaku individu. Dapat diartikan juga bahwa perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh perilaku kelompoknya. 2. Kelompok Acuan Sebagai Stategi Pemasaran Dari sudut pandang, kelompok acuan merupakan kelompok yang dianggap sebagai kerangka acuan bagi para individu dalam pengambilan keputusan pembelian atau konsumsi mereka. Pada awalnya kelompok acuan dibatasi secara sempit dan hanya mencakup kelompok-kelompok dengan siapa individu berinteraksi secara langsung (keluarga dan teman-teman akrab). Tetapi konsep ini secara berangsur-angsur mencakup pengaruh perorangan atau kelompok sacara langsung maupun tidak langsung. Kelompok acuan tidak langsung terdiri dari orang-orang atau kelompok yang masing-masing tidak mempunyai kontak langsung seperti para bintang film, pahlawan olahraga, tokoh TV, ataupun orang yang berpakaian baik dan kelihatan menarik dari sudut pandang lain. Agar kelompok acuan dapat mempengaruhi perilaku individu dalam proses pembelian kelompok acuan tersebut harus melakukan hal-hal berikut: a. Memberitahuan dan mengusahakan agar individu menyadari adanya suatu produk atau merek khusus. b. Memberikan kesempatan pada individu untuk membandingkan pemikirannya sendiri dengan sikap dan perilaku kelompok. c. Mempengaruhi individu untuk mengambil sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kelompok. d. Membenarkan keputusan untuk memakai produk-produk yang sama dengan kelompok. Sebaliknya bagi para pemimpin pasar terutama yang bertanggung jawab untuk suatu merek baru, mungkin ingin memilih yang meminta para konsumen untuk mengesampingkan dan mau tampil berbeda dan tidak hanya mengikuti orang banyak ketika mengambil keputusan untuk membeli. 2.1 Terdapat lima jenis kelompok acuan serta karakteristiknya : 1. Kelompok acuan formal/informal. Kelompok acuan formal memiliki struktur yang dirinci dengan jelas (contohnya : kelompok kerja dikantor). Sedangkan kelompok informal tidak (contohnya : kelompok persahabatan atau teman kuliah). 2. Kelompok acuan primary secondary Kelompok acuan primary melibatkan seringnya interaksi langsung dan tatap muka (contohnya: keluarga/sanak saudara). Sementara pada kelompok secondary interaksi dan tatap muka tidak terlalu sering (contohnya: teman yang tinggal diapartment yang sama). 3. Kelompok acuan membership Seseorang menjadi anggota formal dari suatu kelompok acuan (contohnya: keanggotaan pada kelompok pencinya alam). 4. Kelompok acuan aspirational Seseorang bercita-cita bergabung atau menandingi kelompok acuan aspirational. 5. Kelompok acuan dissociative Seseorang berupaya menghindari atau menolak kelompok acuan disosiatif. Sedangkan kelompok acuan yang telah disebutkan diatas dapat memberikan tiga jenis pengaruh, antara lain : a. Pengaruh informasional ( informational influence) Hal ini terjadi ketika seseorang/individu meniru perilaku dan pendapat dari anggota suatu kelompok acuan yang memberikan informasi yang berguna. Informasi ini dapat disajikan secara verbal maupun melalui demontrasi langsung. Contoh : fetrie menginformasikan pada fifianti bahwa telah dibuka butik baru dengan produk pakaian rancangan desainer terkenal mancanegara lalu hal tersebut diikuti dengan keputusan fifianti keesokan harinya untuk membeli produk pakaian di butik tersebut. b. Pengaruh normatif Pengaruh ini terjadi jika individu mengikuti ketentuan kelompok acuan dengan tujuan untuk memperoleh imbalan atau menghindari hukuman. Contoh : sani menyarankan kepada dewi bahwa sebaiknya ia menggunakan penyegar mulut ( mountwash ) jika tidak maka teman teman yang lain akan enggan berbicara padanya. Hal ini ditanggapi dewi dengan membeli produk yang disarankan. c. Pengaruh ekspektasi nilai Hal ini terjadi ketika individu merasa turut memiliki dan membentuk nilai dan norma dari suatu kelompok. Contoh : beberapa teman andi secara rutin mengkomsunmsi makanan organik. Pengaruh terhadap andi bahwa ia menjadi berkesimpulan bahwa makanan organik baik untuk kesehatan dan andi mulai mengkomsumsinya secara rutin pula. 3. Pengambilan Keputusan Keluarga Keluarga disini tidak sama dengan rumah tangga. Biro sensus amerika (Hawkins 2004) mendefinisikan suatu unit rumah adalah memiliki pintu masuk sendiri (baik di dalam maupun di luar) dan fasilitas dasar. Jika di sebuah unit rumah ternyata ada orang yang tinggal didalamnya mereka disebut sebagai rumah tangga. Di dalam rumah tangga terdapat dua jenis anggota yaitu keluarga dan bukan keluarga. Yang termasuk dalam rumah tangga bukan keluarga adalah orang yang tidak memiliki hubungan darah, yang tinggal bersama-sama. Contohnya teman sekolah yang tinggal bersama. Sebaliknya sebuah keluarga setidaknya beranggotakan dua orang pemilik rumah dan seseorang yang berhubungan dengan pemilik rumah baik berdasarkan darah, perkawinan, atau adopsi. Pengambilan keputusan keluarga disini maksudnya adalah bagaimana anggota keluarga berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain ketika membuat pilihan pembelian. Berikut ini adalah beberapa peran keluarga dalam pengambilan keputusan membeli : a. Influencers Memberikan informasi bagi anggota keluarga lainnya tentang suatu produk atau jasa. b. Gatekeepers Mengontrol aliran informasi yang masuk ke dalam keluarga. c. Deciders Memiliki kekuasaan apakah suatu produk atau jasa akan dibeli atau tidak. d. Buyers Orang yang akan membeli produk atau jasa. e. Users Mengkonsumsikan atau menggunakan produk atau jasa. f. Disposers Akan membuang suatu produk atau memberhentikan penggunaan suatu jasa. 4. Model Proses Pengaruh Pribadi, Pemberi Pengaruh Dan Implikasi Stategi Pemasaran Dari Pengaruh Pribadi Model proses pengaruh pribadi menurut teori bekerja mempunyai 3 cara berbeda, yaitu: a. Teori monetes Pengaruh pribadi menyatakan bahwa kelas bawah kerap berusaha menyamai perilaku rekan imbangan mereka dari kelas yang lebih tinggi khususnya dalam bidang mode dan gaya yang baru. Jenis pengaruh ini lebih lazim terjadi diantara rekan sebaya yang dikenal juga sebagai pengaruh homofilius, suatu istilah yang mengacu peda pengiriman informasi diantara orang yang sama dalam kelas social, usia, pendidikan, dan karakteristik demografik. Contohnya : mode baju terbaru masa kini banyak diikuti oleh remaja, BBM, jejaring social. b. Arus dua langkah Pengamatan yang dilakukan oleh Lazarsfeld dan para koleganya mengatakan bahwa gagasan baru dan pengaruh lain mengalir dari media masa menuju pengaruh pembeli yang pda gilirannya meneruskan secara lisan kepada orang lain yang lebih pasif dalam mencari informasi dan jauh lebih sedikit terpapar pada media massa dan sumber lain. Namun kini banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan pada masa sekarang, karena media massa memiliki dampak yang lebih besar dan luas serta khalayak ramai sekarang sudah tidak sepasif dulu. Komunikasi lisan sama bila tidak sering diprakarsai oleh penerima yang dapat dipercaya contoh : gossip. c. Interaksi banyak tahap Penyebaran inovasi sebagian besar membatalkan keabsahan model dua langkah dengan memperlihatkan bahwa baik pembeli maupun pencari dipengaruhi oleh media massa. Sesungguhnya media massa dapat memotivasi pencari untuk merancang seseorang untuk mendapatkan sesuatu. Contoh : iklan di televise maupun radio. 4.1 Adapun pemberi pengaruh mempunyai beberapa generalisasi, yaitu : a) Metode penelitian Dalam metode ini ada 3 cara dasar untuk mengidentifikasikan seseorang yang member pengaruh : • Metode sosiometrik Orang diminta untuk mengidentifikasi orang lain yang mereka cari untuk mendapatkan informasi dalam pengambilan jenis keputusan tertentu. • Metode informan-kunci Orang yang berpengetahuan digunakan untuk mengidentifikasi pemberi pengaruh didalam suatu system social. • Metode penunjukan diri Orang diminta mengevaluasi sejauh mana mereka dicari untuk diminta informasinya. b) Karakteristik Penerimaan seseorang antara satu sama lain dipengaruhi oleh gaya demografik, kegiatan social, sifat umum, kepribadian, gaya hidup, dan keterkaitan dangan produk. c) Motivasi Dalam hal ini diartikan sebagai kepuasan seseorang dari suatu produk sehingga orang tertarik untuk membeli produk tersebut Sementara impikasi strategi pemasaran dari pengaruh pribadi. Ada beberapa cara yang baik dalam hal memasarkan sesuatu, yaitu : • Memonitor isi pernyataan lisan Memonitor untuk mengetahui apakah pesan yang disampaikan dalam sebuah iklan benar-benar di mengerti oleh si penerima sehingga tidak menimbulkan dampak yang salah atau salah persepsi. • Kepercayaan tunggal akan komunikasi lisan Percaya hanya pada komunikasi lisan untuk penjualan suatu produk hanya saat setelah melihat iklan produk tersebut yang pertama kali keluar. • Menggunakan pemberi pengaruh sebagai target pasar Iklan tidah hanya melalui media massa tapi bisa juga melalui selebaran, banner maupun baliho serta berjualan pada stand tertentu dalam suatu acara. Contohnya : pemberian sampel gratis pada makanan nugget, penjualan rokok pada acara musik. • Mestimulasi komunikasi lisan Manfaat dari meminjamkan suatu barang yang akan dipasarkan untuk diperdagangkan maupun untuk dipergunakan. Contohnya : tes pada produk BB terbaru, tes pada produk lapto, tes drive pada sepeda motor keluaran terbaru. • Menciptakan pemberi pengaruh Melibatkan seseorang yang terkenal serta tampak mempunyai karakteristik seorang pemberi pengaruh. Contohnya : menjadikan seorang artis terkenal sebagai brand ambassador dan menugaskan para artis tersebut untuk memasarkan suatu produk dan mempengaruhi konsumen untuk membeli. • Mengendalikan komunikasi lisan yang negative Pengakuan perusahaan terhadap barang yang gagal dalam suatu produk tertentu. Contohnya : penarikan pada produk susu di cina beberapa tahun yang lalu dikarenakan adanya bahan barbahaya malamin.

TULISAN 6 MANAJEMEN PENJUALAN

Kebijakan fiscal adalah kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi jalan atau proses kehidupan ekonomi masyarakat melalui anggaran belanja Negara atau APBN. Arti dan Tujuan Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara. Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran. Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N). Konsep-konsep Dasar •Kebijakan Fiskal: perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak pemerintahan pusat yang dimaksudkan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja-penuh, stabilitas harga, dan laju pertumbuhan ekonomi yang pantas. •Kebijakan Fiskal Ekspansioner: peningkatan belanja pemerintah dan/atau penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran. •Kebijakan Fiskal Kontraksioner: pengurangan belanja pemerintah dan/atau peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi. •Efek Pengganda: dalam ilmu ekonomi, peningkatan belanja oleh konsumen, perusahaan atau pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak-pihak lain. Ketika orang ini membelanjakan pendapatannya, belanja tersebut menjadi pendapatan bagi orang lain dan seterusnya, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dalam suatu perekonomian. Efek pengganda dapat juga berdampak sebaliknya ketika belanja mengalami penurunan. •Kebijakan Fiskal Sisi-Penawaran: kebijakan fiskal dapat secara langsung mempengaruhi bukan saja permintaan agregat, namun juga penawaran agregat.Sebagai contoh, pemotongan tarif pajak akan memberikan insentif bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi atau investasi barang modal, karena mereka memperoleh pendapatan setelah pajak yang lebih besar yang kemudian dapat dibelanjakan. Membiayai Defisit & Memanfaatkan Surplus •Membiayai defisit –Meminjam dari publik atau luar negeri (crowding out ) –Mencetak uang. •Memanfaatkan surplus –Mengurangi hutang –Disimpan • Masalah dalam Kebijakan Fiskal • •Masalah waktu •Pertimbangan politis •Respon pelaku ekonomi •Dampak crowding-out •Kondisi perekonomian dunia/luar negeri Masalah Pokok Ekonomi Makro Tingkat kegiatan ekonomi Negara pada suatu waktu tertentu adalah berbentuk salah satu dari tiga keadaan, yaitu mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment), menghadapi masalah pengangguran dan menghadapi masalah inflasi. (Sadono Sukirno, 2000) • Tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) Keadaan ini merupakan keadaan yang ideal untuk setiap perekonomian.Dalam perekonomian yang mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh, pengeluaran agregat yang sebenarnya adalah sama dengan pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Kondisi tenaga kerja penuh tercapai ketika pendapat nasional sama dengan pendapat nasional potensial. • Masalah Pengangguran Masalah ini terjadi karena pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Jurang deflasi, yaitu jumlah kekurangan pembelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja penuh. Kondisi deflasi terjadi sat pendapatan nasional lebih kecil dari pada pendapatan national potensial. Akibatnya, penawaran barang dan jasa jauh melebihi permintaan. • Masalah Inflasi Pengeluaran agregat melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksi barang dan jasa. Kelebihan permintaan tersebut akan menimbulkan kenaikan harga-harga inflasi. Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral) dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Perkembangan perekonomian yang diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang tersedia. Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement“, kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas. Tujuan Kebijakan Moneter v Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian. v Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga. v Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi. v Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal. v Menjaga kestabilan Ekonomi Artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia. v Menjaga kestabilan Harga Harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar. v Meningkatkan kesempatan kerja Pada saat perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat. v Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyarakat Dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya. Jenis-jenis Kebijakan Moneter v Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi/membatasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. v Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan : v Kesempatan Kerja Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawan. v Kestabilan harga Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan. v Neraca Pembayaran Internasional Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : v Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar v Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy) Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain : v Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang. v Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang. v Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio. v Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian. v Kredit selektif Politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit v Politik sanering Ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1 Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

TULISAN 5 MANAJEMEN PENJUALAN

Letter of credit 1. Bank dari pihak importir mengonfirmasikan dibukanya L/C oleh importir atas nama eksportir. 2. Eksportir menyerahkan barang dan mendapatkan bill of lading. 3. Eksportir menukarkan bill of lading dengan uang, bill of lading kemudian diteruskan oleh bank kepada importir 4. Importir menukarkan bill tersebut dengan barang. Letter of credit, atau sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC, adalah sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar negeri (kepada pemesan). • 1. Pelaku L/C • Applicant atau pemohon kredit adalah importir (pembeli) yang mengajukan aplikasi L/C. • Beneficiary adalah eksportir (penjual) yang menerima L/C. • Issuing bank atau opening adalah bank pembuka L/C. • Advising bank adalah bank yang meneruskan L/C, yaitu bank koresponden (agen) yang meneruskan L/C kepada beneficiary. Bank tidak bertanggung jawab atas isi L/C dan hanya bertindak sebagai perantara. • Confirming bank adalah bank yang melakukan konfirmasi atas permintaan issuing bank dan menjamin sepenuhnya pembayaran. • Paying bank adalah bank yang secara khusus ditunjuk dalam L/C untuk melakukan pembayaran dan beneficiary berkewajib • Carrier adalah pengangkut barang yang dikirim (Perusahaan Pelayaran/Penerbangan) untuk dibeberapa negara dengan perbatasan darat bisa juga perusahaan angkutan darat seperti truk, kereta Dll). 2. Tata cara pembayaran dengan L/C 1. Importir meminta kepada banknya (bank devisa) untuk membuka suatu L/C untuk dan atas nama eksportir. Dalam hal ini, importir bertindak sebagai opener. Bila importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan adanya surat izin impor, maka bank melakukan kontrak valuta (KV) dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagai opening/issuing bank. Pembukaan L/C ini dilakukan melalui salah satu koresponden bank di luar negeri. Koresponden bank yang bertindak sebagai perantara kedua ini disebut sebagai advising bank atau notifiying bank. Advising bank memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C tersebut. Eksportir yang menerima L/C disebut beneficiary. 2. Eksportir menyerahkan barang ke Carrier, sebagai gantinya Eksportir akan mendapatkan bill of lading. 3. Eksportir menyerahkan bill of lading kepada bank untuk mendapatkan pembayaran. Paying bank kemudian menyerahkan sejumlah uang setelah mereka mendapatkan bill of lading tersebut dari eksportir. Bill of lading tersebut kemudian diberikan kepada Importir. 4. Importir menyerahkan bill of lading kepada Carrier untuk ditukarkan dengan barang yang dikirimkan oleh eksportir. 3. Jenis-jenis L/C • Revocable L/C Adalah L/C yang sewaktu-waktu dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh opener atau oleh issuing bank tanpa memerlukan persetujuan dari beneficiary. • Irrevocable L/C Irrevocable L/C adalah L/C yang tidak bisa dibatalkan selama jangka berlaku (validity) yang ditentukan dalam L/C tersebut dan opening bank tetap menjamin untuk menerima wesel-wesel yang ditarik atas L/C tersebut. Pembatalan mungkin juga dilakukan, tetapi harus atas persetujuan semua pihak yang bersangkutan dengan L/C tersebut. • Irrevocable dan Confirmed L/C L/C ini diangggap paling sempurna dan paling aman dari sudut penerima L/C (beneficiary) karena pembayaran atau pelunasan wesel yang ditarik atas L/C ini dijamin sepenuhnya oleh opening bank maupun oleh advising bank, bila segala syarat-syarat dipenuhi, serta tidak mudah dibatalkan karena sifatnya yang irrevocable. • Clean Letter of Credit Dalam L/C ini tidak dicantumkan syarat-syarat lain untuk penarikan suatu wesel. Artinya, tidak diperlukan dokumen-dokumen lainnya, bahkan pengambilan uang dari kredit yang tersedia dapat dilakukan dengan penyerahan kuitansi biasa. • Documentary Letter of Credit Penarikan uang atau kredit yang tersedia harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen lain sebagaimana disebut dalam syarat-syarat dari L/C. • Documentary L/C dengan Red Clause Jenis L/C ini, penerima L/C (beneficiary) diberi hak untuk menarik sebagian dari jumlah L/C yang tersedia dengan penyerahan kuitansi biasa atau dengan penarikan wesel tanpa memerlukan dokumen lainnya, sedangkan sisanya dilaksanakan seperti dalam hal documentary L/C. L/C ini merupakan kombinasi open L/C dengan documentary L/C. • Revolving L/C L/C ini memungkinkan kredit yang tersedia dipakai ulang tanpa mengadakan perubahan syarat khusus pada L/C tersebut. Misalnya, untuk jangka waktu enam bulan, kredit tersedia setiap bulannya US$ 1.200, berarti secara otomatis setiap bulan (selama enam bulan) kredit tersedia sebesar US$ 1.200, tidak peduli apakah jumlah itu dipakai atau tidak. • Back to Back L/C Dalam L/C ini, penerima (beneficiary) biasanya bukan pemilik barang, tetapi hanya perantara. Oleh karena itu, penerima L/C ini terpaksa meminta bantuan banknya untuk membuka L/C untuk pemilik barang-barang yang sebenarnya dengan menjaminkan L/C yang diterimanya dari luar negeri. • Transferable L/C Beneficiary berhak memnita kepada bank yang diamanatkan untuk melakukan pembayaran/akseptasi kepada setiap bank yang berhak melakukan negosiasi, untuk menyerahkan hak atas kredit sepenuhnya/sebagian kepada pihak ketiga. Mekanisme Perdagangan Menggunakan L/C dan SKBDN DALAM perdagangan, metode menggunakan sarana letter of credit (L/C) dan Surat Kredit berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) sering menjadi pilihan penjual dan pembeli. Mengapa? Tak lain karena adanya unsur jaminan pembayaran dari bank penerbit L/C atau SKBDN itu. Umumnya L/C atau SKBDN digunakan untuk membiayai sales contract antara penjual dan pembeli yang belum saling mengenal dengan baik. Dengan L/C atau SKBDN, penjual merasa aman dengan adanya janji pembayaran dari bank penerbit L/C atau SKBDN (issuing bank) itu sepanjang penjual dapat menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat L/C atau SKBDN (complying presentation). Di lain pihak, pembeli juga begitu. Ia sebagai pihak pemohon L/C atau SKBDN juga merasa aman dengan adanya syarat penyerahan dokumen yang telah ditentukan dalam L/C atau SKBDN, karena banknya tidak akan melakukan pembayaran sebelum dokumen diterima olehnya. L/C dan SKBDN sendiri diterbitkan oleh bank sebagai pelaksanaan klausul-klausul dalam sales contract yang telah disepakati penjual dan pembeli, yang pada dasarnya terdiri dari 4 faktor utama, yaitu: syarat barang (terms of goods), syarat penyerahan barang (terms of delivery), syarat pembayaran (terms of payment), dan dokumentasi. Sesuai sifatnya, L/C atau SKBDN merupakan komitmen dari issuing bank yang TERPISAH dari sales contract. L/C atau SKBDN merupakan salah satu alternatif cara pembayaran dalam transaksi perdagangan yang paling ideal karena risiko penjual dan pembeli dapat dialihkan pada bank. Mengapa L/C dan SKBDN? Pada prinsipnya, L/C dan SKBDN itu sama. Uraian di atas adalah jawaban dari apa persamaan L/C dan SKBDN itu. Sedangkan perbedaan antara keduanya, pertama, lokasi penjual dan pembeli. L/C digunakan untuk transaksi perdagangan yang melibatkan penjual dan pembeli yang berada di negara yang berbeda. Sedangkan untuk SKBDN, mereka berada di wilayah domestik Indonesia. Kedua, lalu lintas komoditas yang diperdagangkan. Jika barang yang diperdagangkan melewati batas kepabeanan negara lain, maka digunakanlah L/C. Jadi misalnya penjual dan pembeli sama-sama berlokasi di Indonesia, namun barangnya didatangkan dari Jepang, maka yang digunakan adalah L/C, bukan SKBDN. SKBDN digunakan jika barangnya asli dari Indonesia, atau dari luar negeri namun sudah masuk ke kepabeanan Indonesia. Ketiga, acuan formal. Pelaksanaan L/C pada umumnya mengacu pada kebiasaan praktik perdagangan yang telah dibakukan oleh International Chamber of Commerce (ICC), yaitu Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCPDC). Pertama kali dipublikasikan pada 1933, UCPDC telah mengalami beberapa kali revisi sesuai perkembangan dan dinamika perdagangan internasional, yaitu tahun 1951, 1962, 1974, 1983 (dikenal dengan UCP 400), 1993 (UCP 500), dan pada 2006 dilakukan revisi keenam dengan terbitnya publikasi ICC No. 600 yang berlaku efektif tanggal 1 Juli 2007, yang dikenal dengan UCP 600 dan banyak digunakan sebagai acuan sekarang. Sedangkan pelaksanaan SKBDN mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/6/PBI/2003 tanggal 2 Mei 2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Bagaimanapun, klausul dan teknis yang diatur dalam PBI di atas banyak mengadopsi klausul-klausul dalam UCPDC. Lalu bagaimana dengan mekanisme L/C dan SKBDN itu sendiri? Berikut ini gambar alur dan prosedur pelaksanaan L/C dan SKBDN, mulai dari penerbitan hingga pembayaran. Penjelasan mekanisme: 1. Penjual dan pembeli membuat sales contract. Salah satu syarat yang disepakati adalah pembayaran dilaksanakan dengan L/C atau SKBDN. 2. Atas dasar syarat pembayaran yang telah disepakati di dalam kontrak, maka pihak pembeli mengajukan permohonan penerbitan L/C atau SKBDN kepada Bank. 3. Issuing bank selanjutnya menerbitkan L/C atau SKBDN atas dasar permintaan pembeli sebagai Applicant untuk keuntungan penjual sebagai Beneficiary yang disampaikan melalui bank penerus (advising bank) di tempat penjual. 4. Advising bank menyampaikan asli L/C atau SKBDN kepada penjual (beneficiary) setelah dilakukan verifikasi atau autentikasi terhadap L/C atau SKBDN itu. 5. Setelah menerima L/C atau SKBDN dari advising bank, beneficiary melakukan pengiriman barang sesuai dengan syarat penyerahan barang (terms of delivery) yang disepakati di dalam sales contract, serta menyiapkan dokumen yang diminta oleh L/C atau SKBDN. 6. Beneficiary menyerahkan satu set dokumen yang disyaratkan L/C atau SKBDN kepada bank yang ditunjuk atau diberi kuasa (nominated bank) oleh issuing bank yang disebutkan dalam L/C atau SKBDN. 7. Berdasarkan penyerahan dokumen dari beneficiary, nominated bank selanjutnya melakukan pemeriksaan kesesuaian dokumen dengan syarat dan kondisi L/C atau SKBDN dan ketentuan yang berlaku. Jika dokumen telah memenuhi syarat complying presentation, maka nominated bank dapat memutuskan bertindak sebagai negotiating bank dengan melakukan pembayaran terlebih dahulu sepanjang L/C atau SKBDN mensyaratkan “by negotiation”. 8. Nominated bank meneruskan dokumen kepada issuing bank, terlepas apakah nominated bank telah membayar terlebih dahulu atau belum. Penerusan dokumen ke bank penerbit ini dalam rangka melakukan penagihan akseptasi, pembayaran, atau pembayaran kembali (reimbursement) dalam hal dokumen telah dinegosiasi. 9. Setelah menerima penerusan dokumen dari nominated bank, issuing bank melakukan pemeriksaan dokumen tersebut apakah memenuhi syarat complying presentation atau tidak. Jika dokumen dinyatakan clean, maka issuing bank wajib melakukan akseptasi, pembayaran, atau reimbursement kepada nominated/ negotiating bank. Namun jika terjadi penyimpangan pada dokumen terhadap syarat dan kondisi L/C atau SKBDN (discrepancy), maka issuing bank tidak wajib melakukan akseptasi, pembayaran, atau reimbursement. Yang dilakukan issuing bank adalah menghubungi Applicant sehubungan dengan kondisi dokumen yang discrepant tersebut, dan meminta penegasan Applicant apakah menerima adanya discrepancy tersebut atau menolak kondisi penyimpangan dokumen. 10. Issuing bank menyerahkan dokumen original kepada Applicant setelah ia menyelesaikan kewajiban dana pembayarannya. Selanjutnya, Applicant melakukan pengeluaran barang dari maskapai pelayaran dengan memenuhi kewajiban kepabeanan (import clearance). PEMBAYARAN EKSPOR Prosedur pembayaran dalam transaksi jual beli dalam lingkup domestik seperti yang terjadi antara supplier dengan eksportir di suatu negara atau transaksi jual beli antara importer dengan perusahaan grosir atau pengecer di negara lain bukan merupakan prosedur pembayaran yang rumit. Berbeda halnya dengan cara pembayaran antara eksportir dengan importer yang berbeda negara. Cara ini menjadi penting untuk dipertimbangkan untung ruginya karena akan menentukan risiko transaksi. Berikut beberapa cara pembayaran yang dikenal dalam perdagangan internasional: 1. Advance Payment, yaitu mekanisme pembayaran yang menempatkan kewajiban importer untuk membayar lebih dahulu kepada eksportir sebelum dilakukan kewajiban pengiriman barang oleh eksportir. 2. Open Account, yaitu mekanisme pembayaran yang menempatkan kewajiban eksportir untuk mengirimkan barang lebih dahulu sebelum ia memperoleh pembayaran dari importer 3. Consignment, yaitu mekanisme pembayaran yang menempatkan kewajiban eksportir untuk mengirimkan barang dan akan menerima pembayaran bila seluruh barang laku terjual. Ketiga jenis pembayaran ini mengandalkan fasilitas transfer dari perbankan namun pengendalian dokumen ada diluar peran perbankan. Sehingga bank tidak mengetahui status pengirim dan penerima dana termasuk hubungan bisnis yang dijalin dari transaksi pembayaran yang dilakukan. Dengan kata lain bank hanya menjembatani kelancaran transfer layaknya transfer biasa dengan memanfaatkan telegraphic transfer (TT). Selain itu, metoda pembayaran ini berpotensi menimbulkan risiko kerugian yang dialami salah satu pihak. Karena kewajiban yang lebih dahulu dilakukan salah satu pihak belum tentu direspon dengan kewajiban pihak lain. Atau, kalaupun ada kewajiban pihak lain, bisa jadi pemenuhan kewajiban tersebut tidak dilakukan secara penuh. Terlihat jelas pada pembayaran dengan advance payment yang didahului kewajiban importir dengan membayar sebagian atau seluruh dana senilai barang yang akan diimpor. Risiko importir bisa jadi berupa tidak diterimanya barang seluruhnya atau sebagian, barang diterima tetapi kondisi barang tidak sesuai permintaan, atau terjadi pelanggaran kesepakatan lainnya. Sebaliknya, eksportir juga bisa menghadapi risiko gagal menerima pembayaran pada sistem open account dan consignment. Karena kewajiban pengiriman barang telah dilakukan sebelum ia menerima pembayaran. Risiko ini bisa terjadi dalam bentuk gagal bayar, menerima sebagian pembayaran saja, atau kalaupun menerima pembayaran penuh namun pembayarannya tidak pasti waktunya. Dalam praktek, ada mekanisme pengiriman barang dengan cara menahan dokumen sekalipun eksportir membiarkan barang dikirim lebih dahulu. Baru kemudian eksportir bisa mengirimkan dokumen langsung kepada importir setelah mendapat pembayaran. BAB.IV. PERAN PERBANKAN DALAM KELANCARAN PEMBAYARAN EKSPOR Untuk lebih meminimalisir risiko gagal bayar atau gagal kirim, perlu ada pengendalian dokumen yang bisa dipercayakan kepada bank. Dengan demikian prosedur pengiriman dokumen tidak dilakukan secara langsung seperti pada ketiga cara di atas. Dalam hal ini bank bisa menagihkan pembayaran dengan pengiriman dokumen via perbankan dengan memanfaatkan jaringan perbankan. Tetapi eksportir harus yakin bahwa barang yang ada dalam pengiriman memang benar-benar aman. Artinya tidak ada celah bagi importir untuk mengambil barang itu sebelum melakukan pembayaran. Importir harus juga yakin bahwa dokumen yang dipresentasikan via bank akan memberikan kemudahan dalam pengeluaran barang di pelabuhan tujuan. Bahkan spesifikasi barang dan nilainya sesuai dengan yang disebutkan dalam dokumen. Jadi, peran penting dokumen sangat diandalkan oleh kedua belah pihak untuk memenuhi kepentingannya masing-masing. Ada dua cara pembayaran ekspor impor yang menanganan dokumennya melibatkan perbankan, yaitu collection dan letter of credit (L/C). 1. Collection, yaitu mekanisme pembayaran yang menggunakan jasa perbankan ketika menagihkan pembayaran berdasarkan dokumen ekspor, baik hanya dengan dokumen finansial saja (pure collection) maupun presentasi dokumen lengkap dengan dokumen komersial lainnya (documentary collection). Umumnya bank yang melayani kepentingan eksportir (remitiing bank) menjalankan instruksi untuk mengirimkan seperangkat dokumen yang ditagihkan kepada importer di luar negeri melalui bank luar negeri (collecting/presenting bank) yang ditunjuk importer. Hanya saja tidak selalu setiap penyerahan (release) dokumen oleh presenting bank kepada importer akan disertai pembayaran saat itu. Hal itu tergantung dari kesepakatan eksportir dengan importer sebelumnya. Bila dalam kesepakatan itu importer diharuskan membayar saat bank menyerahkan dokumen, presenting bank akan menjalankan perintah itu sesuai instruksi yang tampak pada surat pengantar dokumen dari remitting bank. Jenis ini yang lebih dikenal dengan document against payment (D/P). Sedangkan bila release dokumen itu paralel dengan penyerahan surat akseptasi(acceptance letter) atau surat sanggup bayar dari importer, berarti surat pengantar dokumen juga mengindikasikan klausul document against acceptance (D/A). 1. Letter of Credit (L/C), yaitu mekanisme pembayaran yang menggunakan jasa perbankan dan memberikan jaminan kepastian pembayaran kepada eksportir. Karena ada satu bank di negara importer di luar negeri yang memberikan jaminan pembayaran bersyarat. Jaminan itu diwujudkan dalam bentuk penerbitan surat kredit berdokumen (documentary credit) yang lebih dikenal dengan letter of credit. Dalam memperlancar penyampaian (advice) L/C dan dokumen yang menjadi bagian realisasi L/C yang dipresentasikan eksportir, bank penerbit L/C (issuing bank) akan menunjuk bank lain (nominated bank) untuk memperlancar proses transaksi baik bank yang akan meneruskan L/C (advising bank) untuk kepentingan eksportir maupun bank yang akan mengambil alih dokumen dari eksportir (negotiating bank). Dengan diterimanya L/C, eksportir akan mempelajari klausul L/C terutama untuk memastikan nilai, jenis, dan jumlah barang, syarat-syarat penyerahan (delivery term), batas akhir pengapalan (latest date of shipment), pemenuhan dokumen yang diminta (documents required), tenggat waktu presentasi dokumen (late presentation) dan lain-lain klausul. Diharapkan dari hasil peninjauan L/C eksportir akan mudah memenuhi ketentuan L/C. Sehingga dokumen yang dipresentasikan eksportir akan sesuai dengan L/C (complying presentation). Jadi status complying presentation itu penting bahkan menjadi pegangan eksportir untuk mendapatkan jaminan pembayaran dari issuing bank sesuai dengan prinsip L/C sebagai jaminan bersyarat. Karena itu eksportir bisa masuk ke tahap proses produksi atau penyiapan barang yang siap dikirimkan (shipment). Kemudian menyiapkan dokumen sesuai permintaan L/C baik yang diterbitkan sendiri maupun yang diterbitkan pihak ketiga. Untuk dokumen yang diterbitkan sendiri, eksportir akan menyampaikan data sesuai fakta sehingga harus tercermin pada dokumen seperti invoice, packing list, beneficiary certificate, dan surat tagihan (drafts atau bills of exchange). Sedangkan dokumen lain yang tidak diterbitkan sendiri, eksportir harus memenuhi syarat administrasi yang diminta istansi lain untuk mendapatkan dokumen dengan tepat waktu. Beberapa dokumen yang pada umumnya diterbitkan oleh instansi lain adalah: 1. Dokumen transportasi (transport document). Bila pengiriman barang via laut maka dokumen yang diperlukan adalah bill of lading (B/L) dengan penerbit shipping company. Sedangkan pengiriman via udaya berjenis airway bill (AWB) yang diterbitkan oleh maskapai penerbangan. 2. Surat keterangan asal (SKA/certificate of origin) yang menerangkan keaslian barang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal (IPSKA) 3. Insurance certificate yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi 4. Inspection certificate yang diterbitkan instansi independen atau buyer’s agent 5. Fumigation Certificate, phyto-sanitary certificate, dan sanitary certificate seperti yang diterbitkan oleh Sucofindo

TULISAN 4 MANAJEMEN PENJUALAN

Menurut Soul Lizondo (1991 : 77) mengemukakan bahwa dalam teori siklus produksi hampir semua produk mengalami siklus produksi dan PMA merupakan siklus dari produksi tersebut Siklus produksi akan dijelaskan tahapannya sebagai berikut : 1. Tahap Inovasi Pada tahapan ini peranan ilmuwan dan teknisi dalam melakukan penelitian dan pengembangan besar sekali, yaitu untuk memperkenalkan suatu perubahan dan pengembangan dari suatu produk. Produk tersebut dipasarkan terbatas pada pasar dalam negeri dan pada tahap awal biasanya produk tersebut belum begitu dikenal pasar. Sehingga penjualannya berjalan lambat, dan permintaan untuk produk ini tidak elastis. 1. Tahap Pertumbuhan Pada tahap ini penjualan dari produk tersebut mulai meningkat, sehingga terjadi produksi secara besar-besaran dan jumlah industri menjadi meningkat. Hal ini meningkatkan persaingan tercukupi atau karena peluang pasar di luar negeri menjadi lebih menguntungkan. 2. Tahap Kematangan Produk Pada tahapan ini produk mulai terstandarisasi dan teknologi produknya tidak lagi semata-mata menjadi milik dari sang penemu. Disamping aktivitas penelitian dan pengembangan serta kemampuan manajerial, peranan tenaga kerja terampil dan setengah terampil menjadi sangat penting, hal-hal tersebut menimbulkan dorongan untuk melakukan ekspansi ke luar negeri dengan melakukan investasi. Selain untuk menjangkau pasar luar negeri, ekspansi tersebut juga bertujuan untuk mendapatkan input yang lebih murah, untuk menekan biaya produksi, seperti tenaga kerja yang murah. Menurut Jhon Dunning (1981) mengidentifikasi tiga faktor yang menjadi faktor-faktor penarik mengalirnya arus PMA, dari suatu negara ke negara lain. Ketiga faktor tersebut adalah : 1. Investor harus memiliki keuntungan, kepemilikan atas saingan-saingannya di negara tuan rumah. Keuntungan kepemilikan tersebut bisa dalam bentuk hak monopoli atas suatu produk, teknologi yang unik dan canggih, pengetahuan pasar, atau teknik pemasaran yang lebih baik. 2. Negara tuan rumah harus memiliki keuntungan lokasi yang menarik bagi investor. Hal ini bisa dalam bentuk pasar domestik yang besar dan potensial pertumbuhannya, tenaga kerja yang murah yang melimpah, sumber daya alam yang melimpah, biaya transportasi yang rendah dan insentif yang diberikan oleh pemerintah negara tuan rumah. 3. Harus ada keuntungan internalisasi yang akan mendorong investor untuk memilih menanamkan modalnya secara langsung daripada menanamkan modal dalam bentuk perjanjian-perjanjian lisensi lainnya. Ketertarikan seorang investor dalam memilih lokasi untuk menanamkan modalnya tergantung dari tipe perusahaan investasi tersebut. Sebagai contoh, untuk perusahaan yang bergerak dibidang pengelolaan Sumber Daya Alam, maka lokasi yang akan dipilihnya adalah lokasi yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dalam hal ini keuntungan kepemilikan dari perusahaan tersebut adalah produk padat modal dan teknologi yang cukup tinggi. Pada kasus ini keuntungan internalisasi mungkin tidak begitu kuat, dan negara tuan rumah dapat melakukan negosiasi kepemilikan dengan investor perusahaan tersebut dalam hak kepemilikan, misalnya : dengan bentuk kontrak kerja sama. 2.1 Definisi Produk Domestik Bruto Menurut Stephen M. Gold Feld (1998) dalam jurnal Chan II Park, Produk Domestik Bruto bukanlah ukuran yang baik, karena dalam Produk Domestik Bruto semua penjualan antara, pembelian barang berwujud (Rumah, tanah, dll) dan transaksi aset finansial seperti Equitas saham tidak dimasukkan sebagai bagian dalam perhutangan. Menurut Alexander J. Field dan Milton Fiedman (1998) dalam jurnal Chan II Park yang sama, bahwa transaksi saham / surat berharga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap permintaan uang secara independen di luar fluktuasi Produk Domestik Bruto dan tingkat bunga. Menurut Sadono Sukirno (1981 : 52) Produk Domestik Bruto adalah Nilai seluruh barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu negara dalam satu tahun tertentu. Menurut Paul A. Samuelson (1995 : 101) Produk Domestik Bruto adalah total nilai nominal barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara selama satu tahun tertentu, dimana Produk Domestik Bruto merupakan ukuran pailng komprehensif dari total output barang-barang dan jasa-jasa suatu negara. Menurut Sadono Sukirno (1981 : 59) Produk Domestik Bruto penggunaan kata “domestik” dimaksudkan untuk menekankan bahwa nilai pendapatan nasional yang diperoleh menggambarkan nilai seluruh produksi yang tercipta dalam negeri (wilayah), tanpa membedakan apakah produksi itu diciptakan oleh faktor produksi yang berasal dari negara itu atau faktor produksi negara-negara lain yang digunakan oleh negara itu. Menurut Sadono Sukirno (1981 : 52) ada tiga istilah untuk memberikan gambaran tentang pendapatan nasional, diantaranya ; Produk Naisonal Bruto, Produk Domestik Bruto dan Pendapatan Naisonal, Produk Nasional Bruto adalah pendapatan nasional yang dihitung dengan cara pengeluaran, Produk Domestik Bruto adalah pendapatan nasional yang dihitung dengan cara produksi, sedangkan Pendapatan Nasional adalah pendapatan yang dihitung dengan cara pendapatan, dari ketiga istiliah tersebut penulis mengungkapkannya dan menjelaskannya dengan pendapat-pendapat dari para ahli ekonomi sebagai berikut : Menurut Gardner Ackley (1961 : 37) Produk Domestik Bruto adalah output dari barang-barang dan jasa-jasa suatu perekonomian dalam periode waktu sedang berjalan, dinilai menurut harga pasar yang diukur dengan mengakumulasikan transaksi-transaksi yang terjadi selama suatu periode waktu tertentu. Berdasarkan gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa produk domestik bruto merupakan output suatu negara berdasarkan hasil produksi dan aktivitas negara tersebut dalam mengoperasikan barang-barang dan jasa-jasa yang dihitung berdasarkan keadaan tahun / waktu tertentu, dan PDB merupakan ciri dari kemampuan suatu negara dalam menjalankan sistem perekonomiannya untuk menciptakan kemajuan bagi negaranya dan mampu bersaing dengan negara-negara yang lain. 2.1.1 Cara Perhitungan Pendapatan Nasional Menurut Sadono Sukirno (1981 : 54) tiga cara perhitungan dapat dilakukan yaitu : 1. Cara Pengeluaran Cara ini pendapatan dapat dihitung dengan menjumlahkan pengeluaran dari berbagai golongan masyarakat atas barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut selama satu tahun. Menurut Sadono Sukirno (1981 : 55) perhitungan pendapatan nasional dengan cara pengeluaran, membedakan pengeluaran ke atas pendapatan nasional dalam 4 golongan yaitu : a. Pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga-rumah tangga ke atas barang-barang jadi dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan, yang dinamakan dengan konsumsi rumah tangga. b. Pengeluaran yang dilakukan, diberbagai negara yang digolongkan sebagai pengeluaran pemerintah hanyalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah ke atas barang-barang yang tidak digunakan untuk investasi, dengan demikian pengeluaran tersebut merupakan pengeluaran yang bersifat Konsumsi Pemerintah, dibeberapa negara lain yang digolongkan sebagai pengeluaran pemerintah meliputi pengeluarannya yang bersifat konsumsi yang merupakan investasi. c. Pengeluaran yang dilakukan oleh para pengasuh untuk membeli barang-barang modal untuk mendirikan perusahaan atau memperluas industri dan perusahaan yang mereka miliki, pengeluaran ini dinamakan pembentukan modal bruto atau investasi bruto. Di negara-negara yang hanya menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah, yang tergolong pembentukan modal bruto meliputi juga penanaman modal oleh pemerintah. d. Ekspor bersih, yaitu pengeluaran barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di negara itu ke negara lain, dan ini disebut ekspor bruto dikurangi dengan pengeluaran ke atas barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di negara-negara lain oleh penduduk negara itu, dan inilah impor dari negara itu. 2. Cara Produksi (produk neto) Produk neto berarti nilai tambah yang diciptakan dalam suatu proses produksi dengan demikian cara kedua ini adalah cara menghitung dengan menjumlahkan nilai-nilai produksi yang diciptakan dalam tiap-tiap sektor ekonomi, dimana tujuannya adalah sebagai berikut : a. Sebagai salah satu cara untuk menghindari perhitungan dua kali yaitu dengan hanya menghitung produk neto yang diwujudkan pada berbagai tahap produksi. b. Untuk mengetahui besarnya sumbangan berbagai sektor ekonomi di dalam mewujudkan pendapatan nasional. 3. Cara Pendapatan Perhitungan dengan cara pendapatan dilakukan dengan menjumlahkan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dimana faktor-faktor produsi itu akan menghasilkan pendapatan, dan pendapatan-pendapatan tersebut akan diperoleh suatu nilai pendapatan nasional lain yang berbeda dengan yang diperoleh dari dua cara yang dilakukan di atas, sehingga pendapatan ini dinamakan produk nasional neto dengan harga faktor. Cara ini dapat dilakukan dengan menggolongkan pendapatan yang diterima faktor-faktor produksi secara berikut : a. Pendapatan dari tanah yaitu sewa. b. Pendapatan dari para pekerja yaitu gaji dan upah. c. Pendapatan dari modal yaitu bunga. d. Pendapatan dari keahlian keusahawaan yaitu profit. 2.2 Ekspor Paul A. Samuelson (1996) Ekspor merupakan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara yang lainnya. Pendapat tersebut lebih menjelaskan bahwa ekspor merupakan kegiatan perekonomian dimana suatu negara menjual barang dan jasanya ke negara yang lainnya. Barang dan jasa disini merupakan hasil faktor-faktor produksi yang ada di negara atau dearah tersebut. Faktor-faktor produksi tersebut diantaranya industri, pertanian, tambang dan lain sebagainya yang menyangkut kegiatan kerja penduduk untuk menghasilkan suatu bahan kebutuhan. 2.3 Inflasi Ketika kita mendengar stabilitas harga, yang terbayang adalah suatu kondisi perekonomian tanpa inflasi. Selain itu ada kesan bahwa deflasi adalah suatu yang bersifat positif sedangkan inflasi bersifat negatif. Tapi ternyata prsepsi semacam itu keliru dan kenyataannya justru kebalikan dari presepsi tersebut. Sebagai ilustrasi, misalnya selama semester kedua tahun 2003 diperkirakan akan terjadi deflasi sebesar 5 %. Mengetahui hal ini masyarakat akan menunda untuk membelanjakan uang mereka. Mereka akan menunggu sampai akhir semester kedua tahun 2003 karena dengan uang yang mereka miliki sekarang mereka akan dapat membeli lebih banyak produk atau membeli dengan harga yang lebih murah. Frederic S. Mishkin (2001 : 683) inflasi adalah salah satu indikator makroekonomi yang penting untuk mengetahui apakah perekonomian itu sehat atau tidak. Indikator lainnya adalah pertumbuhan GDP dan jumlah pengangguran. Ekonomi disinyalir dalam keadaan tidak baik saat tingkat pertumbuhannya melambat, tingkat pengangguran bertambah dan inflasinya meningkat mencapai level yang melewati batas normal atau tingkat inflasi yang sering dialami. Menghadapi hal semacam ini, pengambil kebijakan dapat mengambil tindakan untuk memperbaiki keadaan (activist) atau membiarkan ekonomi pulih dengan sendirinya (non-activist). 2.3.1 Pandangan Messok Menurut Meesook (1991) ada dua macam mengenai pendekatan yang dapat dilakukan untuk membentuk dan menentukan kerangka penentuan tingkat inflasi, dimana tingkat inflasi disini adalah tingkat inflasi domestik. Pendekatan pertama yaitu pendekatan model lengkap dan pendekatan model singkat. Pendekatan model lengkap yaitu menggambarkan suatu sistem persamaan simultan dalam menerangkan hubungan struktur tentang perekonomian, tentu secara teoritis sangat tepat jika digunakan, akan tetapi karena hambatan data dan hal-hal lainnya, sering mengakibatkan ketidaksesuaian dari hasil analisis, sehingga menjadi kurang berguna, oleh karena itu guna menerangkan faktor penentu tingkat inflasi, banyak digunakan pendekatan kedua yang menerangkan hubungan antara tingkat inflasi dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya, dimana variabel-variabel itu diantaranya : 1. Defisit domestik anggaran pemerintah. 2. Tingkat harga di pasaran dunia. 3. Fluktuasi nilai tambah produksi bahan makanan. 4. Fluktuasi nilai tambah produksi migas. Dari keempat faktor yang nampaknya cukup mempengaruhi perkembangan tingkat harga umum Indonesia adalah defisit harga bahan makanan di dalam negeri. Keempat faktor utama yang saling berkaitan ini, serta adanya pengaruh kebijakan nilai tukar valuta asing dan pengendalian harga di dalam negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi tingkat harga umum. Jumlah uang primer dan uang beredar memegang peranan penting dalam menyalurkan keempat faktor utama itu pada kenaikan tingkat harga umum. Fenomena yang terjadi pada saat sekarang ini dalam suatu sistem perekonomian baik yang merupakan hasil penelitian empiris atau penelitian teoritis memperlihatkan bahwa ekspansi moneter memiliki peran yang penting dalam analisis inflasi, baik golongan monetaris ataupun golongan strukturalis mengakui adanya peran struktur moneter sebagai salah satu faktor penyebab inflasi. Pengamatan membuktikan bahwa ekspansi moneter melalui peningkatan M1 akibat adanya pengaruh anggaran dan neraca pembayaran, merupakan faktor dominan penentu inflasi di Indonesia, selain itu dengan adanya inflasi yang di impor merupakan sebagai akibat kebanyakan nilai tukar valuta asing, serta pengaruh dari perkembangan harga produksi minyak bumi (terutama ekspor), menggambarkan cukup rawannya perekonomian di Indonesia terhadap gejolak perekonomian dunia kurang elastisnya penawaran hasil pertanian terutama bahan makanan, memberikan sumbangan yang cukup besar sebagai penyebab terjadinya inflasi. Lain halnya dengan tingkat upah, hampir semua negara maju merupakan faktor penentu inflasi yang cukup penting, maka Indonesia dengan tenaga kerja yang kurang bersifat persaingan sempurna, terjadinya penawaran tenaga kerja, yang akhirnya menyebabkan tingkat upah tidak terlalu mempengaruhi tingkat inflasi. Inflasi yang terjadi selama pemerintahan orde baru disebabkan oleh munculnya surplus anggaran luar negari pemerintah dimana hampir seluruh devisanya di beli oleh bank Indonesia sehingga terjadi proses monetiasi. Monetiasi anggaran belanja luar negeri pemerintah tersebut menjadi penyebab utama cepatnya pertumbuhan jumlah uang beredar (rata-rata 30%-40%) sehingga menyebabkan tekanan inflasi bagi perekonomian. Pengaruh eksternal lainnya terhadap inflasi Indonesia adalah tingkat harga barang impor, pengaruh harga impor ini cukup besar dalam menentukan besarnya inflasi di Indonesia, bahkan selama periode 1968-1978 tingkat harga barang impor paling besar pengaruhnya terhadap inflasi di Indonesia yaitu sebesar 76 persen dan sisanya dipengaruhi oleh kelebihan uang beredar. Pendapat lain ada yang menyatakan bahwa transmisi inflasi dunia ke dalam perekonomian Indonesia dua jalur, yaitu melalui peningkatan harga barang ekspor dan meningkatnya harga barang hasil industri yang di impor Indonesia. Peningkatan harga barang ekspor, yang meningkatkan penerimaan ekspor, secara langsung akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga permintaan domestik pun meningkat. Secara tak langsung, peningkatan penerimaan ekspor akan melainkan saldo neraca berjalan, yang berarti ada peningkatan cadangan moneter, sehingga timbul disekuilibrium pasar uang dalam bentuk kelebihan jumlah uang beredar di masyarakat. Di lain pihak, peningkatan harga barang impor, yang berarti meningkatkan biaya impor, secara langsung akan meningkatkan harga konsumen. Secara tak langsung, peningkatan biaya impor ini akan menaikkan biaya input, dan pada gilirannya akan meningkatkan harga konsumen. Peningkatan biaya impor juga mempunyai efek kontraksi moneter, yaitu melalui penurunan saldo neraca berjalan, yang berarti menurunnya cadangan moneter, sehingga menyebabkan terjadinya disekuilibrium di pasar uang dalam bentuk kelebihan permintaan akan uang. cara memasuki pasar internasional Beberapa cara memasuki pasar global (internasional) Ekspansi internasional dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : 1. Ekspor Perusahaan-perusahaan industrial memulai ekspansi internasionalnya dengan mengekspor barang-barang atau jasa ke negara-negara lain. Keuntungan yang diperoleh melalui ekspor diantaranya adalah melakukan ekspor tidak memerlukan biaya untuk membangun kegiatan operasi di negara tuan rumah dan juga pada ekspor yang dilakukan pada negara tetangga dapat diperoleh kemudahan dalam biaya transportasi. Sedangkan kelemahan dari teknik ekspor adalah : - para eksportir harus membangun beberapa sarana untuk memasarkan dan mendistribusikan produk-produk mereka biasanya melalui perjanjian kontrak dengan perusahaan- perusahaan tuan rumah - biaya transportasi tinggi dan pajak yang dikenakan pada barang- barang yang masuk - eksportir kurang memiliki kontrol terhadap pemasaran atau menginzinkan distributor untuk menambahkan biaya untuk menutupi biaya yang keluar dan mendapatkan laba 2. Pemberian lisensi Perjanjian lisensi memungkinkan sebuah perusahaan asing untuk membeli hak untuk memproduksi dan menjual produk-produk perusahaan dalam negara tuan rumah atau sejumlah negara. Pihak yang memberi lisensi mendapatkan royalti untuk setiap unit yang diproduksi dan dijual. Pihak yang menerima lisensi mengambil resiko dan menginvestasikan dananya dalam fasilitas-fasilitas untuk memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan barang-barang dan jasa akibatnya, pemberian lisensi merupakan salah satu bentuk jaringan organisasional yang semakin umum dilakukan, khususnya diantara perusahaan-perusahaan kecil. Pemberian lisensi juga merupakan salah satu cara untuk memperluas tingkat laba yang didasarkan pada inovasi- inovasi sebelumnya. Contohnya Sony dan Philips bekerjasama dalam merancang CD dan saat ini dapat dilihat hasil karyanya dengan melisensikan hak-hak kepada perusahaan-perusahaan untuk membuat CD dan kedua perusahaan tersebut medapat royalti dari perusahaan yang memproduksi. Kelemahannya adalah - rawannya terhadap pembajakan sehingga mempengaruhi omset penjualan CD, ironinya karena dengan kemajuan teknologi hal tersebut mudah dilakukan - pemberian lisensi membuat perusahaan tidak dapat terlalu mengontrol pabrikasi dan pemasaran produk-produknya ke negara- negara lain - pemberian lisensi memberikan potensi laba minimal karena laba harus dibagi antara pemegang lisensi dan pemberi lisensi. - Pada situasi yang tidak menguntungkan, perusahaan internasional dapat mempelajarai teknologi dan menghasilkan serta menjual produk kompetitif yang serupa setelah lisensi itu jatuh tempo 3. Aliansi strategis Aliansi strategis memungkinkan perusahaan untuk berbagi resiko dan sumber daya yang diperlukan untuk memasuki pasar-pasar internasional, selain itu dapat memfasilitasi pengembangan kompetensi inti baru yang dapat menentukan daya saing strategis perusahaan di masa yang akan datang. Aliansi dapat diawali dengan cara perusahaan dari negara tuan rumah yang mengetahui dan memahami kondisi- kondisi persaingan, hukum dan norma-norma sosial dan kekhasan budaya dari negara tersebut yang akan membantu perusahaan dalam membuat dan memasarkan sebuah produk yang kompetitif, sebaliknya perusahaan tuan rumah akan melihat akses teknologinya yang baru dan produk-produk inovatifnya sebagai hal yang menarik. Contoh aliansi strategis yaitu British Telecommunication berencana untuk membangun mal belanja virtual di Spanyol melalui usaha bersama denga Banco Popular yakni sebuah bank Spanyol yang bergerak dibidang eceran dengan basis klien yang kuat di kalangan perusahaan-perusahaan berukuran kecil dan sedang, kedua perusahaan ini bekerja sama mengembangkan sebuah situs untuk transaksi bisnis untuk bisnis, kedua perusahaan ini menggunakan portal Arrakis, operasi internet British Telecommunication di Spanyol dengan tujuan untuk mengembangkan suatu basis klien yang terdiri dari 300.000 perusahaan kecil dan sedang. 4. Akuisisi Dengan semakin meluasnya perdagangan bebas di pasar global, akuisisi lintas perbatasan telah semakin penting peranannya. Akuisisi secara khusus semakin populer di Eropa, akuisisi digunakan perusahaan-perusahaan Eropa untuk membangun kekuatan pasar mereka dan memperluas jangkauan merek di seluruh Uni Eropa. Perusahaan perusahaan asing menggunakan akuisisi untuk memasuki pasar Uni Eropa dan mendapatkan kedudukan dalam perdagangan. Keuntungan akuisisi diantaranya adalah : - akuisisi dapat menyediakan akses cepat ke sebuah pasar yang baru - akuisisi dapat memberikan jalan untuk ekspansi internasional sedangkan kelemahan dari akuisisi adalah : - pendanaan yang mahal sehingga seringkali diperlukan pendanaan melalui utang - negosiasi internasional untuk akuisis dapat menjadi kompleks karena dihadapkan pada syarat-syarat hukum dan perundang- undangan di negara tuan rumah dan perusahaan sasaran dan mendapatkan informasi yang tepat untuk menegosiasikan perjanjian 5. Anak perusahaan baru yang dimiliki sepenuhnya Pembentukan sebuah anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya disebut sebagai Greenfield Venture atau usaha ladang-hijau. Tindakan ini merupakan sebuah proses yang kompleks dan berpotensi akan memakan biaya besar, tetapi strategi ini memiliki keunggulan karena memiliki kontrol maksimum kepada perusahaan sehingga jika berhasil berpotensi memberikan laba di atas rata-rata. Hal ini secara khusus benar untuk perusahaan yang memiliki kapabilitas tidak berwujud yang Pilihan untuk masuk ke pasar internasional oleh perusahaan-perusahaan sifatnya disesuaikan dengan kondisi yang ada, seperti kondisi persaingan industri, situasi negara dan kebijakan pemerintah serta sumber daya, kapabilitas dan kompetensi inti perusahaan. Pabrikan mobil Jepang seperti Honda, Nissan dan Toyota telah memiliki posisi yang kuat di USA melalui usaha ladang-hijau, sementara Korea mahir melakukan akuisisi dalam perekonomian yang berkembang. Perbedaan- perbedaan dalam memasuki pasar karena pasar yang mereka tuju juga berbeda sehingga membutuhkan strategi yang berbeda pula. E. Hasil daya saing strategis 1. Diversifikasi dan laba internasional Diversifikasi internasional merupakan strategi tingkat perusahaan internasional yang utama. Melalui strategi ini perusahaan terlibat dalam proses pabrikasi dan penjualan berbagai produk yang berbeda. Diversifikasi internasional adalah sebuah strategi yang digunakan oleh sebuah perusahaan untuk memperluas penjualan barang-barang dan jasanya ke lintas perbatasan dari wilayah-wilayah dan negara-negara dunia ke dalam lokasi dan beroperasi dan pentingnya pasar-pasar itu bagi perusahaan menunjukkan tingkat diversifikasi yang akan dilakukan perusahaan secara internasional. Persentase total penjualan seringkali digunakan untuk mengukur pentingnya sebuah wilayah atau negara tersebut bagi perusahaan. Keuntungan dari diversifikasi internasional yaitu - berkaitan erat dengan tingkat laba yang diperoleh perusahaan, karena adanya reaksi positif dari pasar saham yang peka terhadap investasi pasar internasional - potensi ekonomi dan pengalaman - keunggulan lokasi - meningkatnya ukuran pasar dan peluang untuk menstabilkan laba karena stabilisasi laba akan membantu mengurangi resiko secara keseluruhan risiko perusahaan 2. Diversifikasi dan inovasi internasional Pengembangan teknologi baru menjadi pusat kekuatan dari daya saing strategis. Michael Porter menyebutkan bahwa daya saing suatu bangsa tergantung pada kapasitas industrinya untuk melakukan inovasi dan bahwa perusahaan mencapai keunggulan kompetitif dalam pasar- pasar internasional melalui inovasi. Diversifikasi internasional menyediakan potensi bagi perusahaan untuk mencapai tingkat laba yang lebih besar untuk inovasinya sehingga menurunkan tingkat risiko yang substansial dari investasi dibidang penelitian dan pengembangan. Karena itu, diversifikasi internasional memberikan insentif bagi perusahaan untuk melakukan inovasi. Selain itu, diversifikasi internasional diperlukan juga untuk menghasilkan sumber daya yang diperlukan untuk mempertahankan skala operasi penelitian dan pengembangan yang besar. Melakukan investasi pada teknologi yang baru di dalam lingkungan yang keusangan teknologinya berlangsung dengan cepat bukan keputusan yang mudah dan kegiatan operasi yang intensif modal diperlukan agar investasi itu bermanfaat. Relasi antara diversifikasi, laba dan inovasi merupakan relasi yang kompleks sifatnya. Pada tingkat kinerja tertentu diperlukan sumber daya untuk menghasilkan diversifikasi internasional yang nantinya akan menghasilkan insentif dan sumber daya untuk melakukan investasi di bidang penelitian dan pengembangan. 3. Kompleksitas pengelolaan perusahaan multinasional Meskipun beragam manfaat yang terwujud dengan menerapkan sebuah strategi internasional, namun strategi internasional bukanlah pekerjaan yang mudah tetapi sangat kompleks dan dapat menghasilkan ketidakpastian yang tinggi. Kompleksitasnya terletak pada sifat dari pasar global yang kompetitif, lingkungan budaya majemuk, pergeseran yang cepat dalam nilai mata uang yang berbeda dan kemungkinan tidak stabilnya pemerintahan nasional tertentu sehingga hal demikian menyebabkan tingginya ketidakpastian. F. Risiko dalam lingkungan internasional Diversifikasi menuai banyak resiko, ekspansi internasional sulit untuk diimplementasikan karena berbagai macam faktor. Situasi persaingan dan faktor- faktor lain seperti politik, ekonomi maupun budaya turut menentukan daya saing strategis perusahaan. Berikut risiko-risiko dalam lingkungan internasional : 1. Risiko politik Risiko politik berkaitan dengan ketidakstabilan pemerintahan nasional dan perang baik secara sipil maupun internasional. Ketidakstabilan pemerintahan nasional menciptakan sejumlah masalah diantaranya adalah risiko ekonomi dan ketidakpastian yang berkaitan dengan peraturan pemerintah, keberadaan otoritas hukum yang berpotensi saling bertentangan dan adanya potensi nasionalisai terhadap aktiva swasta. Misalnya perusahaan-perusahaan asing yang melakukan investasi di Rusia dapat mengkhawatirkan stabilitas pemerintahan nasional dan apa yang akan terjadi terhadap investasi atau aktiva mereka di negara tersebut jika terjadi perubahan besar dalam pemerintahan negara itu. Berbeda kondisinya dengan Cina yang mendukung penuh perusahaan asing untuk berinvestasi di negaranya dengan memberikan jaminan kepastian hukum dan iklim investasi yang kondusif untuk investor, contohnya adalah Cina memberikan izin terhadap pendirian pabrik herbisida di sebelah Timur propinsi Jiangsu oleh Zeneca yang merupakan perusahaan kimia dari Inggris. 2. Resiko ekonomi Risiko politik berbanding lurus dengan risiko ekonomi, risiko teratas di antara risiko ekonomi dari diversifikasi internasional adalah perbedaan dan fluktuasi nilai mata uang yang berbeda. Nilai mata uang yang berbeda mempengaruhi daya saing perusahaan di pasar-pasar global karena dampaknya pada harga barang-barang di negara-negara yang berbeda. Peningkatan nilai dollar dapat berdampak buruk bagi ekspor ke pasar-pasar internasional karena harga produk yang berbeda-beda. 3. Batas ekspansi internasional : masalah manajemen Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan cenderung menerima laba positif pada diversifikasi internasional ditingkat awal, tetapi seringkali laba tersebut menurun dan menjadi negatif ketika diversifikasi meningkat sampai melewati titik tertentu. Beberapa alasan yang membatasi dampak positif dari diversifikasi internasional diantaranya adalah : - penyebaran geografis yang lebih besar secara lintas perbatasan negara tersebut meningkatkan biaya koordinasi antara unit-unit dan biaya distribusi produk - hambatan-hambatan perdagangan, biaya logistik, keragaman budaya dan perbedaan lain menurut negara masing-masing - biaya tenaga kerja dan modal yang berbeda - sulit untuk menerapkan, mengelola dan mengontrol operasi internasional perusahaan dengan efektif. Masalah manajemen lainnya adalah bahwa perusahaan terbiasa dengan dengan pasar domestik dengan tingkat kompetitif tinggi mengalami lebih banyak kompleksitas di pasar-pasar internasional dikarenakan pasar global sangat kompetitif dengan besarnya jumlah pesaing yang datang dari berbagai negara dengan membawa keunggulannya masing-masing. Masalah lain adalah relasi antara pemerintah tuan rumah dan perusahaan multinasional sehingga untuk meminimalisir hambatan tersebut dilakukan jaringan-jaringan antar organisasi yang memungkinkan mereka berbagi sumber daya dan risiko tetapi sekaligus juga membantu dalam pembentukan fleksibilitas.

Tugas Perdagangan internasional

Hubungan Perekonomian Indonesia - Jepang ________________________________________ Perdagangan Bagi Indonesia, Jepang merupakan negara mitra dagang terbesar dalam hal ekspor-impor Indonesia. Ekspor Indonesia ke Jepang bernilai US$ 23.6 milyar (statistic Pemerintah RI), sedangkan impor Indonesia dari Jepang adalah US$ 6.5 milyar sehingga bagi Jepang mengalami surplus besar impor dari Indonesia (tahun 2007) Komoditi penting yang diimpor Jepang dari Indonesia adalah a.l. minyak, gas alam cair, batubara, hasil tambang, udang, pulp, tekstil dan produk tekstil, mesin, perlengkapan listrik, dll. Di lain pihak, barang-barang yang diekspor Jepang ke Indonesia meliputi mesin-mesin dan suku-cadang, produk plastik dan kimia, baja, perlengkapan listrik, suku-cadang elektronik, mesin alat transportasi dan suku-cadang mobil. Investasi Investasi langsung swasta dari Jepang ke Indonesia yang menurun sehubungan dengan stagnasi yang dialami perekonomian Indonesia akibat krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997, kini belumlah pulih sepenuhnya, namun Jepang tetap menempati kedudukan penting di antara negara-negara yang berinvestasi di Indonesia. Dalam jumlah investasi langsung asing di Indonesia dari tahun 1967 hingga 2007, Jepang menduduki tempat pertama dengan angka 11,5% dalam kesuluruhannya. Terdapat kurang lebih 1000 perusahaan Jepang beroperasi di Indonesia (sumber: JETRO). Perusahaan-perusahaan tersebut memperkerjakan lebih dari 32 ribu pekerja Indonesia yang menjadikan Jepang sebagai negara penyedia lapangan kerja nomor 1 di Indonesia (sumber: BKPM). Kerjasama Ekonomi Indonesia merupakan negara penerima ODA (bantuan pembangunan tingkat pemerintah) terbesar dari Jepang (berdasarkan realisasi netto pembayaran pada tahun 2005 adalah US$1.22 milyar, yaitu + 17% dari seluruh ODA yang diberikan Jepang) Selain itu, realisasi bantuan untuk tahun 2006 adalah : Pinjaman Yen : 125.2 milyar Yen Bantuan hibah : 5.4 milyar Yen (berdasarkan pertukaran Nota-nota) Kerjasama teknik : 7.8 miliar Yen (berdasarkan realisasi pembiayaan JICA) Lain-lain 1. Setelah mulainya pemerintahan Yudhoyono, telah dibentuk forum Investasi bersama tingkat tinggi pemerintah-swasta antara Jepang dan Indonesia. Berdasarkan saran dan dialog yang sejak dulu diadakan antara Japan Club dan pemerintah Indonesia, pada bulan Juni 2005 pada kesempatan kunjungan Presiden Yudhoyono ke Jepang, telah berhasil disetujui SIAP, yaitu rencana strategis investasi yang meliputi 5 pokok, yaiitu masalah bea, customs, tenaga kerja, infrastruktur dan daya saing. 2. Perundingan resmi “Economic Partnersip Agreement antara Indonesia dan Jepang (EPA)” disetujui oleh pemerintah Indonesia dan Jepang pada waktu Presiden SBY berkunjung ke Jepang dengan resmi pada bulan Juni 2005, setelah itu Presiden SBY dan Mantan Perdana Menteri Jepang, Mr.Abe menandatangani surat persetujuan EPA pada tgl 20 Agustus 2007. Melalui EPA yang telah berlaku efektif dan mulai diimplementasikan pada tanggal 1 Juli 2008 ini, diharapkan perdagangan dan investasi antara kedua Negara dapat meningkat dan semakin berkembang. Kunjungan Para Tamu Negara Dari Jepang ke Indonesia Maret 1998 Perdana Menteri Ryutaro Hashimoto Nopember 1998 Menteri Luar Negeri Masahiko Koumura Juli 1999 Menteri Luar Negeri Masahiko Koumura April 2000 Menteri Luar Negeri, Yohei Kono Januari 2002 Perdana Menteri Junichiro Koizumi Oktober 2003 Perdana Menteri Junichiro Koizumi (menghadiri ASEAN+3) Juli 2004 Menteri Luar Negeri Yoriko Kawaguchi Januari 2005 Perdana Menteri Junichiro Koizumi dan Menteri Luar Negeri Nobutaka Machimura (menghadiri Special Leaders' Meeting on aftermath of the Earthquake and Tsunami) April 2005 Perdana Menteri Junichiro Koizumi dan Menteri Luar Negeri Nobutaka Machimura (menghadiri KTT Asia Afrika) Agustus 2007 Perdana Menteri Abe Januari 2008 Pangeran Akishino dan Putri Kiko Oktober 2009 Menteri Luar Negeri Katsuya Okada Desember 2009 Perdana Menteri Yukio Hatoyama (Menghadiri Bali Democracy Forum II, sebagai Ketua Bersama) Dari Indonesia ke Jepang Maret 1998 Wakil Presiden B.J. Habibie Juni 1999 Menteri Luar Negeri Ali Alatas Nopember 1999 Presiden Abdurrahman Wahid April 2000 Presiden Abdurrahman Wahid September 2001 Presiden Megawati Soekarnoputri Desember 2002 Menteri Luar Negeri Dr. N. Hassan Wirajuda Juni 2003 Presiden Megawati Soekarnoputri dan Bapak Taufik Kiemas Desember 2003 Presiden Megawati Soekarnoputri Juni 2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono November 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Mei 2007 Wakil Presiden Jusuf Kalla Februari 2008 Wakil Presiden Jusuf Kalla Juli 2008 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Agustus 2008 Menteri Luar Negeri Dr. N. Hassan Wirajuda Februari 2009 Wakil Presiden Jusuf Kalla Januari 2010 Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa Pertemuan Bilateral Indonesia-Jepang (JICA) Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan tingginya laju pertumbuhan konsumsi energi, sejak tahun 2004 Indonesia telah menjadi salah satu negara pengimpor minyak. Tingginya lonjakan harga minyak dunia saat ini semakin mempersulit neraca anggaran nasional karena besarnya biaya untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM). Pada tahun 2007, Pemerintah telah mengeluarkan UU No. 30/2007 tentang Energi yang diharapkan dapat menjadi payung bagi pengembangan energi nasional. Salah satu pasalnya menyebutkan pentingnya program konservasi energi. Program konservasi energi ini dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi tingginya laju pertumbuhan energi sehingga secara tidak langsung juga dapat mengurangi beban subsidi pemerintah. Sebagai salah satu negara maju di Asia, Jepang telah 2 kali berhasil mengatasi krisis minyak dengan menerapkan teknologi hemat energi. Dalam kerangka kerjasama energi di bidang konservasi energi, saat ini Jepang (Japan International Cooperation Agency/JICA) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaksanakan Study on Energy Conservation and Efficiency Improvement in Republik Indonesia. Studi telah dimulai sejak tahun 2007 dan akan berakhir pada awal tahun 2009. Fokus dari studi ini adalah penerapan manager energi, sistem labelisasi dan program demand side management. Diharapkan studi ini dapat memberikan kontribusi dalam mendorong dan meningkatkan penerapan program konservasi energi di Indonesia. Dalam melaksanakan studi, Tim JICA dibantu oleh Badan Pengembangan dan Pengkajian Teknologi (BPPT), yang melaksanakan market survey terhadap peralatan pemanfaat energi listrik untuk rumah tangga, industri dan bangunan gedung, produsen peralatan listrik, importir peralatan listrik, dan lain-lain, dan PT. Energi Management Indonesia (EMI), yang melaksanakan survey tentang pelaksanaan manajemen energi di industri dan bangunan gedung. Hasil awal studi tersebut akan dipresentasikan kepada para stakeholder dalam Workshop yang akan diselenggarakan pada tanggal 12 Juni 2008. Workshop bertujuan untuk mendiseminasikan hasil studi dan memperoleh masukan dari para stakeholders untuk penyempurnaan studi. Adapun materi yang akan disampaikan antara lain teknologi yang mampu memberikan potensi penghematan energi pada industri dan bangunan komersial, hasil dari market research terhadap peralatan listrik dan potensi konservasi energi di Indonesia. Kepala Biro Hukum dan Humas Pada pertemuan tersebut kedua Menteri membicarakan mengenai perkembangan hubungan ekonomi dan perdagangan regional, antara lain perkembangan ASEAN dan integrasi ekonomi Asia Timur serta isu perdagangan bilateral kedua negara seperti Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara serta kasus tuduhan dumping atas produk Cold Rolled Coil/ Sheet yang diimpor dari Jepang. Dalam pembahasan mengenai perkembangan ASEAN dan kemitraan ekonomi Asia Timur, pihak Jepang menyampaikan pendapatnya bahwa pembentukan 3 (tiga) Working Group yang terdiri atas Working Group on Trade in goods, Trade in Services dan Investment akan dapat mempercepat pembentukan Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA). Pihak Jepang juga menegaskan kembali dukungan negaranya antara lain dalam bentuk partisipasi lembaga riset Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) dalam studi-studi yang dilakukan ASEAN serta memintaASEAN, termasuk Indonesia, agar juga dapat memberikan dukungan kepada ERIA. Terkait dengan UU Mineral dan Batubara (Minerba), Menteri Yukio menyampaikan keprihatinannya agar Indonesia dapat terus memberikan peluang bagi Jepang untuk dapat melakukan impor bahan mentah khususnya produk mineral dan batubara. Menteri Gita Wirjawan memahami keprihatinan tersebut, dan meyakinkan pihak Jepang bahwa terbentuknya Undang-Undang Minerba dimaksudkan sebagai upaya Indonesia untuk mengembangkan industri hilir mineral dan batubara di dalam negeri yang akan dimulai pada tahun 2014. “Sektor hilir produk mineral dan batubara di Indonesia akan menjadi sektor yang sangat atraktif bagi investor asing, termasuk perusahaan Jepang untuk berpartisipasi di Indonesia,” ujar Menteri Gita. Sementara, untuk kasus tuduhan dumping atas produk Cold Rolled Coil/Sheet asal Jepang, pihak Jepang mengharapkan agar produk Cold Rolled Coil/Sheet Jepang dapat dikeluarkan dari proses investigasi. Menjawab hal ini, Menteri Gita menyampaikan bahwa saat ini otoritas Indonesia sedang dalam proses pelaksanaan investigasi dan hasil investigasi tersebut akan segera disampaikan kepada Jepang. Pada akhir pertemuan, Mendag juga menyampaikan apresiasi dan harapannya agar Jepang dapat memberikan lebih banyak kesempatan bagi warga negara Indonesia untuk melakukan studi ke Jepang. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Menanggapi hal ini, Menteri Yukio menyatakan akan mengakomodir permintaan Indonesia dan akan menyampaikan hal ini kepada institusi terkait di Jepang. Sekilas Perdagangan Indonesia-Jepang Total Perdagangan Indonesia-Jepang pada tahun 2010 mencapai US$ 42,7 miliar dengan nilai ekspor sebesar US$ 25,8 miliar dan impor sebesar US$ 17 miliar, atau naik 50,35% dibanding total perdagangan pada tahun 2009 sebesar US$ 28,4 miliar. Selama periode Januari-Agustus 2011, total perdagangan kedua negara berjumlah sebesar US$ 35,1 miliar atau naik 29,93% dibanding periode yang sama pada tahun 2010 yakni sebesar US$ 27 miliar. Tren total perdagangan kedua negara selama 5 (lima) tahun terakhir (2006- 2010) positif sebesar 8,78%. Neraca perdagangan Indonesia dengan Jepang sejak tahun 2006 hingga 2010 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami surplus dalam perdagangan. Neraca perdagangan tahun 2010 surplus bagi Indonesia sebesar US$ 8,8 miliar, atau naik 1,15% dibandingkan dengan tahun 2009 yang tercatat surplus sebesar US$ 8,7 miliar. Sementara, untuk periode Januari-Agustus 2011, Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 10,8 miliar, atau turun 109,39% dibandingkan periode yang sama tahun 2010 yaitu surplus sebesar US$ 5,1 miliar. Komoditi ekspor utama Indonesia ke Jepang meliputi: 1) copper ores and concentrates; 2) coal; briquettes, ovoids and similar solid fuels manufactured from coal; 3) nickel mattes; 4) natural rubber,balata,gutta-percha; 5) refined copper and copper alloys, unwrought; 6) plywood,veneered panels and similar laminated wood; 7) paper and paperboard, uncoated, for writing; 8) insulated wire, cable and other insulated electrical conductors; 9) crustaceans, live, fresh, chilled, frozen; dan 10) unwrought aluminium. Sementara dari Jepang, Indonesia mengimpor beberapa komoditi seperti: 1) incompletely knocked down motor vehicles; 2) parts of accessories of the motor vehicles of headings no.8701 to 8705; 3) self-propelled bulldozers, angledozers; 4) parts, suitable for use solely or principally with the engines; 5) motor vehicles for the transport of goods; 6) transmission shafts and cranks; bearing housings; 7) flat-rolled products of iron or non-alloy steel; 8) refined copper and copper alloys, unwrought; 9) tubes, pipes and hollow profiles, seamless, of iron dan 10) parts, suitable for use solely or principally with the machinery. (Andini/Kemendag RI) Hubungan Diplomatik Antara Indonesia dan Jepang Dalam Perspektif Teori Multi Track Diplomacy Jepang adalah negara yang mempunyai cita-cita untuk bisa menjadi negara pemimpin bangsa di Asia. Secara ekonomi Jepang ingin memenangkan perang di Asia Timur untuk menjamin tersedianya bahan mentah untuk industri dan operasi militernya. Pada akhirnya Jepang berhasil menduduki wilayah-wilayah di Asia Pasifik dan Jepang juga mendatangi Indonesia. Awalnya Indonesia menerima dan menyambut baik atas kedatangan Jepang karena ini dilatarbelakangi oleh citra baik yang dibawa Jepang pada saat pemerintahan Hindia Belanda dan adanya dugaan bahwa Jepang akan dapat membebaskan Indonesia dari penjajahan. Namun pada kenyataanya, Jepang datang ke Indonesia hanya karena ingin menguasai kekayaan negara Indonesia sehingga Jepang menjajah Indonesia dengan sangat kejam. Jepang menjajah Indonesia selama 3,5 tahun dan mengakibatkan penderitaan terhadap masyarakat Indonesia yang jauh lebih menderita dan sengsara daripada penjajahan oleh Belanda selama 350 tahun. Dalam melakukan penjajahan, Jepang merekrut dan melatih pemuda-pemuda Indonesia untuk berlatih militer dan membentuk kesatuan militer yang beranggotakan para pemuda maupun pemudi Indonesia. Tidak hanya itu saja, Jepang menerapkan system ekonomi perang di Indonesia yang bertujuan untuk mengambil semua sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di Indonesia untuk kepentingan perangnya. Jepang mengarahkan sumber daya manusia untuk bekerja “romusa” yaitu system kerja paksa yang dilakukan oleh Jepang terhadap masyarakat Indonesia. Namun pada tahun 1945 dalam perang dunia ke II, Jepang menyatakan kekalahannya di dunia internasional. Kekalahan Jepang itu dikarenakan hancurnya kota Hiroshima dan Nagasaki akibat Bom nuklir. Kekalahan Jepang ini menandai akhir dari penjajahan Jepang di Indonesia. Indonesia yang mendengar kekalahan Jepang ini langsung segera memproklamatirkan kemerdekaan Indonesia. Setelah kekalahannya itulah akhirnya pada tahun 1945 sampai 1950-an, keadaan Jepang benar-benar sangat parah. Namun Jepang berusaha melakukan upaya pembangunan dan pemulihan didalam negerinya setelah kekalahan yang telah meluluhlantahkan negaranya beserta ekonomi Jepang. Jepang yang telah mempunyai citra buruk dimata Indonesia, akan tetapi Indonesia sadar bahwa penjajahan yang dilakukan oleh Jepang itu memberikan dampak positif terhadap kehidupan bangsa Indonesia terutama secara militer dan mental dalam menghadapi kedatangan tentara sekutu dan tentara Belanda. Pada tahun 1950-an akhirnya kedua negara ini melakukan kerjasama bilateral. Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan jepang dimulai sejak bulan April 1958 yaitu dengan adanya penandatanganan perjanjian perdamaian antara Jepang dan Indonesia1, serta ditandatanganinya perjanjian perang yang mana ini sebagai bentuk penggantian kerugian yang diakibatkan oleh jepang di Indonesia pada masa perang dahulu. Kemudian Indonesia membuat kantor perwakilan Indonesia di Tokyo dan dilanjutkan dengan penempatan konsulat jendral sebagai langkah awal untuk mempermudah melakukan perundingan mengenai pemampasan perang tersebut. Tidak hanya itu saja, sejak tahun 1958 kedua negara banyak melakukan penandatanganan atau persetujuan serta pertukaran nota yang isinya adalah mengatur masalah kerjasama dibidang ekonomi, bidang pertanian, bidang kehutanan, peningkatan produksi pangan, bidang sosial, dan budaya. Hubungan yang demikian lama terjalin ini menyebabkan hubungan keduanya menjadi sangat kompleks. Jepang adalah salah satu negara yang pernah menjajah Indonesia. Meskipun Jepang hanya menjajah Indonesia selama 3,5 tahun, akan tetapi penjajahan Jepang ini telah mengakibatkan banyak kerugian dan penderitan yang teramat sangat bagi Indonesia. Namun setelah adanya bom yang menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki, akhirnya Jepang menyerahkan diri dan hal ini dimanfaatkan Indonesia untuk memproklamatirkan kemerdekaannya. Pada sekitar tahun 1950, Indonesia dengan Jepang telah memulai hubungan diplomatik dan kerjasama bilateral di berbagai bidang. Hubungan diplomasi yang terjalin antara Jepang dan Indonesia ini sudah berlangsung lama dan pada tanggal 20 Januari 2008 yang lalu hubungan diplomatik ini telah memasuki tahun emasnya, yaitu Indonesia dan Jepang telah memperingati Tahun Emas hubungan diplomatik tersebut. Hubungan diplomatik antara Jepang dan Indonesia yang telah lama terjalin ini menyebabkan hubungan keduanya sangat kompleks. Hal ini menimbulkan kesulitan untuk melihatnya dari satu sudut pandang saja. Kita tidak bisa melihat dari sudut pandang satu negara saja tetapi juga dari kedua negara. Setidaknya kita harus dapat melihatnya dari sisi kedua negara dalam hubungan diplomasi. Dari sinilah dapat saya tarik sebuah permasalahan yaitu apa yang dimaksud dengan diplomasi bilateral dan bagaimana bentuk diplomasi bilateral dari hubungan diplomatik antara negara Jepang dengan Indonesia? Permasalahan ini akan dijabarkan pada bab selanjutnya yaitu pada bab pembahasan dan konsep teorinya. Bentuk Diplomasi Bilateral Indonesia dan Jepang Dalam melihat hubungan antara Indonesia dan Jepang, disini saya menggunakan teori multi track diplomacy. Mengapa saya memakai teori ini, karena selama ini antara Indonesia dan Jepang telah banyak melakukan hubungan dan kerjasama dalam berbagai bidang dan ini dilakukan tidak hanya melalui state dengan state ataupun antara government dengan government tetapi bisa melalui multi jalur. Adapun elemen-elemen dari multi track diplomacy adalah: •Government •NGO (Non Government) •Bussinees •Private Citizen •Research, Training, and Education •Activism •Religions •Funding •Communications and media Awal hubungan Indonesia-Jepang ini dimulai pada tahun 1950an dimana kedua Negara mulai membahas masalah pemampasan perang sebagai bentuk pergantian kerugian yang diakibatkan oleh Jepang di Indonesia pada masa perang dahulu. Lalu kemudian Indonesia membuka kantor perwakilan Indonesia di Tokyo sebagai langkah awal yang dilakukan oleh Indonesia untuk mempermudah perundingan mengenai pemampasan perang tersebut. Dan pada tahun 1958, akhirnya diadakan penandatanganan hubungan diplomatik antara kedua Negara tersebut yaitu Indonesia-Jepang. Sejak itulah kedua Negara telah banyak melakukan penandatanganan persetujuan dan melakukan kerjasama dibidang pertanian, kehutanan, peningkatan produksi pangan dan bantuan keuangan. Disinilah teori multi track diplomacy digunakan untuk melihat hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Jepang. Adapun bentuk diplomasi bilateral antara Indonesia-Jepang dalam lima elemen teori multi track diplomacy yaitu government, bussines, funding, private citizen dan research, traning, education. Government to Government Bentuk diplomasi bilateral yang dilakukan oleh government to government yaitu adanya pertukaran duta besar dimana perwakilan Duta besar Indonesia berada di Jepang, dan begitu juga sebaliknya yaitu perwakilan yaitu duta besar jepang yang berada di Indonesia. Tak hanya itu saja, banyaknya kunjungan-kunjungan yang dilakukan antara pemerintahan Indonesia dan pemerintah jepang. Business and Funding Dalam kerjasama bisnis, disini dapat di contohkan kerjasama indo-jepang dibidang ekonomi perdagangan, investasi dan pinjaman. Bagi Indonesia, jepang merupakan Negara mitra dagang terbesar dalam hal ekspor-impor Indonesia. Seperti banyaknya produk-produk buatan jepang yang terpasar di Indonesia, seperti mobil, motor, alat-alat elektronik, makanan, dll. Sedangkan jepang mengimpor barang-barang hasil sumber daya alam seperti holtikultura, hasil tambang, minyak, dll. Tak hanya itu saja, indo-jepang jg melakukan kerjasama yaitu peminjaman uang, yang mana jepang banyak memberikan pinjaman uang kepada Indonesia guna untuk perbaikan ekonomi Indonesia dan pembangunan infrastuktur Indonesia. Indo-jepang juga melakukan kerjasama di bidang investasi. Jepang merupakan salah satu Negara yang mempunyai investasi terbesar di Indonesia, contohnya banyak didirikan perusahaan jepang di Indonesia yang mana tenaga kerjanya adalah warga Indonesia. Oleh karena itu, jepang termasuk salah satu Negara pensuplai lapangan kerja di Indonesia. Private Citizen pada elemen ini dapat dicontohkan kerjasama antara Indonesia dan jepang dalam bidang politik. Pada kerjasama ini Jepang dan Indonesia sama-sama saling memberikan retribusi politik. Jepang mempunyai kekuatan politik dimata dunia khususnya di wilayah Asia. Sebenarnya kekuatan ekonomi Jepang itulah yang menjadi kekuatan politiknya. Inilah yang membuat ketergantungan Indonesia terhadap bantuan Jepang, dimana Jepang sering memberikan bantuan ekonomi terhadap Indonesia. Hal ini menggambarkan bahwa penerapan politi Indonesia kurang maksimal, namun meskipun demikian Jepang masih memuji politik luar negeri yang dilakukan Indonesia terhadap jepang karena menurut Jepang hal ini juga menguntungkan bagi Indonesia dalam sektor perdagangan. Sehingga hal ini juga dapat memperikan perkembangan, perbaikan dan kemajuan bagi Indonesia. Research, Training, and Education Tidak hanya kerjasama dibidang ekonomi saja, indo-jepang juga melakukan kerjasama di bidang social budaya. Contohnya adanya pelatihan yang diberikan jepang kepada Indonesia yaitu dalam 3 bidang yakni masalah kesehatan, pertanian dan tranportasi. Selain itu, adanya kerjasama di bidang pendidikan dan budaya. Upaya kerjasama dibidang pendidikan ini dipicu oleh tingkat penerimaan dan pengaplikasian pendidikan yang masih rendah di Indonesia, sehingga indo-jepang melakukan pertukaran pelajar, yang mana banyak warga Indonesia yang bersekolah disana dan begitu jg sebaliknya. Banyak juga tenaga pengajar jepang yang berada dan mengajar di sekolah-sekolah di Indonesia. Di bidang kebudayaan, Indonesia memperkenalkan berbagai macam budaya Indonesia dan juga menjaga citra baik Indonesia. Seperti halnya adanya festival tari yang diadakan di Jepang yang turut membawa penari Indonesia untuk menunjukkan kebolehannya di Negara Jepang dan Jepang pun sangat menukai budaya Indonesia karena keberagamannya tersebut. Tak hanya itu saja, akhir-akhir ini banyak budaya jepang yang masuk di Indonesia seperti halnya model-model pakaian jepang, style rambut dan harajuku yang disukai oleh kebnyakan anak muda di Indonesia, serta adanya atau banyak lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan kursus bahasa jepang. Inilah bukti dan bentuk-bentuk kerjasama yang dilakukan Indonesia-Jepang dalam bidang sosial budaya. Dari berbagai contoh-contoh hubungan diplomasi Indonesia-Jepang, disini dapat kita lihat bahwa hubungan bilateral antar Indonesia dan Jepang itu terjalin sangat baik. Dimana banyak terjadi hubungan diplomasi dan kerjasama-kerjasama yang dilakukan oleh jepang dan Indonesia dalam semua aspek bidang. Sehingga dapat kita katakan bahwa diplomasi Indonesia-Jepang ini terlihat telah berhasil. INDONESIA - JEPANG JALIN KERJASAMA BIDANG KEHUTANAN Disela-sela pertemuan ketiga Komite Persiapan Konferensi Tingkat Tinggi (sidang ketiga PrepCom KTT) Pembangunan Berkelanjutan di New York, Ketua Delegasi Jepang (Seiji Morimoto) menemui ketua DELRI yang dijabat Dirjen HELN Dep. Luar Negeri, untuk menyampaikan usulan kerjasama dalam bentuk partnership, khususnya di bidang illegal logging. Terkait dengan hal ini, Pemerintah Jepang bermaksud menjajaki kemungkinan pertemuan dengan Departemen Kehutanan. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan pertama April 1996 di Tokyo. Hubungan bilateral antara Indonesia dan Jepang bidang kehutanan telah dilakukan sejak akhir 1960, sebelum Indonesia menerapkan sistem HPH dalam pengelolaan hutannya, yaitu dengan dilaksanakannya proyek \"Mountain Logging Practice in Java\". Di samping kerjasama proyek, juga dilaksanakan kerjasama dalam bidang pendidikan dan pelatihan kerja, technical assistance, pengelolaan hutan, dan perdagangan hasil hutan. Kerjasama ini dilaksanakan baik melalui instansi pemerintah maupun lembaga non-pemerintah. Saat ini kerjasama Indonesia dengan Jepang meliputi berbagai aspek bidang kehutanan, antara lain: bidang konservasi, pengembangan sumberdaya manusia, dan bidang reboisasi dan rehabilitasi hutan. Kerjasama dengan pemerintah Jepang dilakukan melalui kerjasama bilateral regional maupun multilateral dalam bentuk loan (pinjaman) dan grant (hibah). Kerjasama tersebut pada umumnya dalam bentuk grant-aid, technical assistance, serta pengiriman staf Departemen Kehutanan untuk mengikuti pendidikan, training, seminar dan kegiatan lainnya di Jepang. Instansi Pemerintah Jepang yang menjadi counterpart dalam kerjasama ini adalah Forestry Agency (Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries), Ministry of Foreign Affairs, Environment Agency dan JICA. Kerjasama bilateral Indonesia-Jepang dalam bentuk keproyekan yang sedang berjalan meliputi: Forest Fire Prevention Management Project; Carbon fixing forest management in Indonesia; Project for improvement of forest fire equipment in Indonesia; Biodiversity conservation project phase II; Mangrove information center project; Demonstration study on carbon fixing forest management in Indonesia; dan forest tree improvement project. Kerjasama bilateral mendatang sebagai hasil dari kunjungan Duta Besar Kazuwo Asakai, akan dilakukan dalam kerangka Inisiatif Kerjasama Kehutanan Asia. Dalam hubungannya dengan pemberantasan illegal logging, penanggulangan kebakaran dan rehabilitasi hutan yang rusak. Model kerjasama bilateral Indonesia dan Jepang ini diharapkan akan menjadi kerangka acuan untuk negara-negara Asia lainnya. Jepang memiliki hutan seluas 24,081 juts hektar (64% dari seluruh daratan yang ada). Luas hutan per kapita adalah 0,2 hektar hutan/kapita (Indonesia sekitar 0,75 hektar hutan/kapita). Kepemilikan dan pengelolaan hutan di Jepang dikelola oleh Public/Private Forest dan National Forest. Public forest yang luasnya sekitar 68%, dimiliki oleh pemerintah daerah (prefecture), kotamadya atau desa dengan luas 11% dari luas hutan. Private forest dimiliki oleh perorangan, perusahaan, organisasi, kuil, biara dsb, dengan luas sekitar 57% dari luas hutan. Sementara national forest pengelolaannya di bawah Forestry Agency, Ministry of Agriculture, Forestry & Fishery. Luas hutan yang dikelola Forestry Agency adalah 7,8 juta hektar. Forestry Agency juga membawahi Regional Office di masing-masing daerah (prefecture). Di bidang industri dan perdagangan hasil hutan, total growing stock (1995) sebesar 3.482 juta m3 yang akan bertambah rata-rata 70 juta m3/tahun. Roundwood cenderung mengalami penurunan sekitar 5% setiap tahun sejak 1985. Produksi rata-rata 16 juta m3/ tahun yang berasal dari hutan rakyat yang dikelola koperasi. Angka produksi hanya memenuhi sekitar 14,5% dari total permintaan kayu rata-rata 110 juta m3/ tahun (roundwood equivalent) atau 0,88 m3/ kapita/tahun. Kebijaksanaan utama pemerintah Jepang di bidang kehutanan adalah mendayagunakan sumber daya hutannya untuk perlindungan tata air dan konservasi tanah, konservasi sumber daya alam hayati, dan pemenuhan kebutuhan kayu dan hasil hutan lainnya bagi masyarakat Jepang tanpa mengganggu fungsi perlindungannya. Sebagai latar belakang pemikiran tentang terbentuknya forum Kerjasama Kehutanan Asia adalah dilatarbelakangi oleh kesepakatan global tentang Manajemen hutan lestari yang merupakan salah satu hasil kesepakatan dalam Konferensi Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang diselenggarakan oleh PBB (United Nation Conference on Environment and Development (UNCED) tahun 1992). Konferensi ini akan ditindaklanjuti dalam World Summit on Sustainble Development (WSSD) yang akan diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan dalam bulan Agustus 2002. Adapun maksud daripada kerjasama ini untuk mempromosikan manajemen hutan lestari di Asia. Inisiatif ini ditujukan untuk menegaskan komitmen politik dari berbagai negara yang memberikan perhatian dan mendorong agar negara-negara donor dan organisasi internasional lainnya dapat memberikan asistensinya. Inisiatif ini diharapkan juga dapat mendukung pelaksanaan manajemen hutan lestari dapat dilaksanakan oleh negara-negara Asia lainnya. Dengan dukungan dari partisipasi negara-negara donor. Diharapkan inisiatif ini akan dipromosikan sebagai aktivitas dalam deklarasi FLEG (United Nation and Forest Law Enforecment and Governance (FLEG). Aktivitas yang akan ditangani adalah penegakan hukum di bidang kehutanan, pemerintahan yang bersih dan usaha-usaha manajemen hutan lestari seperti penanganan illegal logging serta reboisasi dan rehabilitasi hutan yang rusak. Khususnya untuk Indonesia, inisiatif ini diharapkan dapat mendukung program kehutanan nasional dalam upaya untuk mencapai pengelolaan hutan lestari. Seperti diketahui Indonesia memiliki lima prioritas program dalam rangka pengelolaan hutan lestari yaitu: pemberantasan ilegal logging, penanggulangan kebakaran, restrukturisasi kehutanan, percepatan pembangunan hutan tanaman, dan pelaksanaan desentralisasi kehutanan secara bertahap. Beberapa bidang yang akan ditangani dalam rangka Kerjasama Kehutanan Asia antara lain adalah: 1. Penggunaan data satelit untuk memberikan informasi dasar bagi pengelolaan hutan. 2. Pengembangan kebijaksanaan kehutanan, perencanaan dan program termasuk program-program kehutanan nasional. 3. Partisipasi dari para stakeholder dan masyarakat lokal, serta sektor swasta kehutanan. 4. Peningkatan upaya penanganan reboisasi dan rehabilitasi hutan yang rusak. 5. Pengembangan dan menerapan reduce impact logging dan acuan untuk menanggulangi illegal logging. 6. Pelaksanaan lacak balak alas kayu bulat dan pengenalan pelaksanaan pelabelan. 7. Kerjasama intemasional dan koordinasi untuk statistik perdagangan, pertukaran informasi tentang illegal logging dan illegal trade. 8. Penumbuhan kesadaran melalui seminar internasional dalam rangka memberantas illegal logging dan penanaman pengertian atas keuntungan ganda dari hutan. 9. Pengembangan SDM. 10. Pengembangan kelembagaan dan institusi. 11. Pengembangan dan pengaturan tata guna hutan. 12. Koordinasi antar sektor. 13. Riset terhadap dampak illegal logging dan solusinya. 14. Pengembangan dan tukar menukar data dalam rangka penanganan illegal logging. Diharapkan Kerjasama Kehutanan Asia ini dapat diikuti oleh pemerintah, organisasi internasional, LSM, perusahaan industri dan berbagai pihak yang berminat, dengan harapan dapat didukung dana dari berbagai macam sumber dana yang berasal dari partisipasi masyarakat maupun sektor swasta.