Senin, 23 April 2012
TULISAN 5 MANAJEMEN PENJUALAN
Letter of credit
1. Bank dari pihak importir mengonfirmasikan dibukanya L/C oleh importir atas nama eksportir.
2. Eksportir menyerahkan barang dan mendapatkan bill of lading.
3. Eksportir menukarkan bill of lading dengan uang, bill of lading kemudian diteruskan oleh bank kepada importir
4. Importir menukarkan bill tersebut dengan barang.
Letter of credit, atau sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC, adalah sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar negeri (kepada pemesan).
•
1. Pelaku L/C
• Applicant atau pemohon kredit adalah importir (pembeli) yang mengajukan aplikasi L/C.
• Beneficiary adalah eksportir (penjual) yang menerima L/C.
• Issuing bank atau opening adalah bank pembuka L/C.
• Advising bank adalah bank yang meneruskan L/C, yaitu bank koresponden (agen) yang meneruskan L/C kepada beneficiary. Bank tidak bertanggung jawab atas isi L/C dan hanya bertindak sebagai perantara.
• Confirming bank adalah bank yang melakukan konfirmasi atas permintaan issuing bank dan menjamin sepenuhnya pembayaran.
• Paying bank adalah bank yang secara khusus ditunjuk dalam L/C untuk melakukan pembayaran dan beneficiary berkewajib
• Carrier adalah pengangkut barang yang dikirim (Perusahaan Pelayaran/Penerbangan) untuk dibeberapa negara dengan perbatasan darat bisa juga perusahaan angkutan darat seperti truk, kereta Dll).
2. Tata cara pembayaran dengan L/C
1. Importir meminta kepada banknya (bank devisa) untuk membuka suatu L/C untuk dan atas nama eksportir. Dalam hal ini, importir bertindak sebagai opener. Bila importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan adanya surat izin impor, maka bank melakukan kontrak valuta (KV) dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagai opening/issuing bank. Pembukaan L/C ini dilakukan melalui salah satu koresponden bank di luar negeri. Koresponden bank yang bertindak sebagai perantara kedua ini disebut sebagai advising bank atau notifiying bank. Advising bank memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C tersebut. Eksportir yang menerima L/C disebut beneficiary.
2. Eksportir menyerahkan barang ke Carrier, sebagai gantinya Eksportir akan mendapatkan bill of lading.
3. Eksportir menyerahkan bill of lading kepada bank untuk mendapatkan pembayaran. Paying bank kemudian menyerahkan sejumlah uang setelah mereka mendapatkan bill of lading tersebut dari eksportir. Bill of lading tersebut kemudian diberikan kepada Importir.
4. Importir menyerahkan bill of lading kepada Carrier untuk ditukarkan dengan barang yang dikirimkan oleh eksportir.
3. Jenis-jenis L/C
• Revocable L/C
Adalah L/C yang sewaktu-waktu dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh opener atau oleh issuing bank tanpa memerlukan persetujuan dari beneficiary.
• Irrevocable L/C
Irrevocable L/C adalah L/C yang tidak bisa dibatalkan selama jangka berlaku (validity) yang ditentukan dalam L/C tersebut dan opening bank tetap menjamin untuk menerima wesel-wesel yang ditarik atas L/C tersebut. Pembatalan mungkin juga dilakukan, tetapi harus atas persetujuan semua pihak yang bersangkutan dengan L/C tersebut.
• Irrevocable dan Confirmed L/C
L/C ini diangggap paling sempurna dan paling aman dari sudut penerima L/C (beneficiary) karena pembayaran atau pelunasan wesel yang ditarik atas L/C ini dijamin sepenuhnya oleh opening bank maupun oleh advising bank, bila segala syarat-syarat dipenuhi, serta tidak mudah dibatalkan karena sifatnya yang irrevocable.
• Clean Letter of Credit
Dalam L/C ini tidak dicantumkan syarat-syarat lain untuk penarikan suatu wesel. Artinya, tidak diperlukan dokumen-dokumen lainnya, bahkan pengambilan uang dari kredit yang tersedia dapat dilakukan dengan penyerahan kuitansi biasa.
• Documentary Letter of Credit
Penarikan uang atau kredit yang tersedia harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen lain sebagaimana disebut dalam syarat-syarat dari L/C.
• Documentary L/C dengan Red Clause
Jenis L/C ini, penerima L/C (beneficiary) diberi hak untuk menarik sebagian dari jumlah L/C yang tersedia dengan penyerahan kuitansi biasa atau dengan penarikan wesel tanpa memerlukan dokumen lainnya, sedangkan sisanya dilaksanakan seperti dalam hal documentary L/C. L/C ini merupakan kombinasi open L/C dengan documentary L/C.
• Revolving L/C
L/C ini memungkinkan kredit yang tersedia dipakai ulang tanpa mengadakan perubahan syarat khusus pada L/C tersebut. Misalnya, untuk jangka waktu enam bulan, kredit tersedia setiap bulannya US$ 1.200, berarti secara otomatis setiap bulan (selama enam bulan) kredit tersedia sebesar US$ 1.200, tidak peduli apakah jumlah itu dipakai atau tidak.
• Back to Back L/C
Dalam L/C ini, penerima (beneficiary) biasanya bukan pemilik barang, tetapi hanya perantara. Oleh karena itu, penerima L/C ini terpaksa meminta bantuan banknya untuk membuka L/C untuk pemilik barang-barang yang sebenarnya dengan menjaminkan L/C yang diterimanya dari luar negeri.
• Transferable L/C
Beneficiary berhak memnita kepada bank yang diamanatkan untuk melakukan pembayaran/akseptasi kepada setiap bank yang berhak melakukan negosiasi, untuk menyerahkan hak atas kredit sepenuhnya/sebagian kepada pihak ketiga.
Mekanisme Perdagangan Menggunakan L/C dan SKBDN
DALAM perdagangan, metode menggunakan sarana letter of credit (L/C) dan Surat Kredit berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) sering menjadi pilihan penjual dan pembeli. Mengapa? Tak lain karena adanya unsur jaminan pembayaran dari bank penerbit L/C atau SKBDN itu. Umumnya L/C atau SKBDN digunakan untuk membiayai sales contract antara penjual dan pembeli yang belum saling mengenal dengan baik.
Dengan L/C atau SKBDN, penjual merasa aman dengan adanya janji pembayaran dari bank penerbit L/C atau SKBDN (issuing bank) itu sepanjang penjual dapat menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat L/C atau SKBDN (complying presentation).
Di lain pihak, pembeli juga begitu. Ia sebagai pihak pemohon L/C atau SKBDN juga merasa aman dengan adanya syarat penyerahan dokumen yang telah ditentukan dalam L/C atau SKBDN, karena banknya tidak akan melakukan pembayaran sebelum dokumen diterima olehnya.
L/C dan SKBDN sendiri diterbitkan oleh bank sebagai pelaksanaan klausul-klausul dalam sales contract yang telah disepakati penjual dan pembeli, yang pada dasarnya terdiri dari 4 faktor utama, yaitu: syarat barang (terms of goods), syarat penyerahan barang (terms of delivery), syarat pembayaran (terms of payment), dan dokumentasi.
Sesuai sifatnya, L/C atau SKBDN merupakan komitmen dari issuing bank yang TERPISAH dari sales contract. L/C atau SKBDN merupakan salah satu alternatif cara pembayaran dalam transaksi perdagangan yang paling ideal karena risiko penjual dan pembeli dapat dialihkan pada bank.
Mengapa L/C dan SKBDN?
Pada prinsipnya, L/C dan SKBDN itu sama. Uraian di atas adalah jawaban dari apa persamaan L/C dan SKBDN itu. Sedangkan perbedaan antara keduanya, pertama, lokasi penjual dan pembeli. L/C digunakan untuk transaksi perdagangan yang melibatkan penjual dan pembeli yang berada di negara yang berbeda. Sedangkan untuk SKBDN, mereka berada di wilayah domestik Indonesia.
Kedua, lalu lintas komoditas yang diperdagangkan. Jika barang yang diperdagangkan melewati batas kepabeanan negara lain, maka digunakanlah L/C. Jadi misalnya penjual dan pembeli sama-sama berlokasi di Indonesia, namun barangnya didatangkan dari Jepang, maka yang digunakan adalah L/C, bukan SKBDN. SKBDN digunakan jika barangnya asli dari Indonesia, atau dari luar negeri namun sudah masuk ke kepabeanan Indonesia.
Ketiga, acuan formal. Pelaksanaan L/C pada umumnya mengacu pada kebiasaan praktik perdagangan yang telah dibakukan oleh International Chamber of Commerce (ICC), yaitu Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCPDC).
Pertama kali dipublikasikan pada 1933, UCPDC telah mengalami beberapa kali revisi sesuai perkembangan dan dinamika perdagangan internasional, yaitu tahun 1951, 1962, 1974, 1983 (dikenal dengan UCP 400), 1993 (UCP 500), dan pada 2006 dilakukan revisi keenam dengan terbitnya publikasi ICC No. 600 yang berlaku efektif tanggal 1 Juli 2007, yang dikenal dengan UCP 600 dan banyak digunakan sebagai acuan sekarang.
Sedangkan pelaksanaan SKBDN mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/6/PBI/2003 tanggal 2 Mei 2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Bagaimanapun, klausul dan teknis yang diatur dalam PBI di atas banyak mengadopsi klausul-klausul dalam UCPDC.
Lalu bagaimana dengan mekanisme L/C dan SKBDN itu sendiri? Berikut ini gambar alur dan prosedur pelaksanaan L/C dan SKBDN, mulai dari penerbitan hingga pembayaran.
Penjelasan mekanisme:
1. Penjual dan pembeli membuat sales contract. Salah satu syarat yang disepakati adalah pembayaran dilaksanakan dengan L/C atau SKBDN.
2. Atas dasar syarat pembayaran yang telah disepakati di dalam kontrak, maka pihak pembeli mengajukan permohonan penerbitan L/C atau SKBDN kepada Bank.
3. Issuing bank selanjutnya menerbitkan L/C atau SKBDN atas dasar permintaan pembeli sebagai Applicant untuk keuntungan penjual sebagai Beneficiary yang disampaikan melalui bank penerus (advising bank) di tempat penjual.
4. Advising bank menyampaikan asli L/C atau SKBDN kepada penjual (beneficiary) setelah dilakukan verifikasi atau autentikasi terhadap L/C atau SKBDN itu.
5. Setelah menerima L/C atau SKBDN dari advising bank, beneficiary melakukan pengiriman barang sesuai dengan syarat penyerahan barang (terms of delivery) yang disepakati di dalam sales contract, serta menyiapkan dokumen yang diminta oleh L/C atau SKBDN.
6. Beneficiary menyerahkan satu set dokumen yang disyaratkan L/C atau SKBDN kepada bank yang ditunjuk atau diberi kuasa (nominated bank) oleh issuing bank yang disebutkan dalam L/C atau SKBDN.
7. Berdasarkan penyerahan dokumen dari beneficiary, nominated bank selanjutnya melakukan pemeriksaan kesesuaian dokumen dengan syarat dan kondisi L/C atau SKBDN dan ketentuan yang berlaku. Jika dokumen telah memenuhi syarat complying presentation, maka nominated bank dapat memutuskan bertindak sebagai negotiating bank dengan melakukan pembayaran terlebih dahulu sepanjang L/C atau SKBDN mensyaratkan “by negotiation”.
8. Nominated bank meneruskan dokumen kepada issuing bank, terlepas apakah nominated bank telah membayar terlebih dahulu atau belum. Penerusan dokumen ke bank penerbit ini dalam rangka melakukan penagihan akseptasi, pembayaran, atau pembayaran kembali (reimbursement) dalam hal dokumen telah dinegosiasi.
9. Setelah menerima penerusan dokumen dari nominated bank, issuing bank melakukan pemeriksaan dokumen tersebut apakah memenuhi syarat complying presentation atau tidak. Jika dokumen dinyatakan clean, maka issuing bank wajib melakukan akseptasi, pembayaran, atau reimbursement kepada nominated/ negotiating bank. Namun jika terjadi penyimpangan pada dokumen terhadap syarat dan kondisi L/C atau SKBDN (discrepancy), maka issuing bank tidak wajib melakukan akseptasi, pembayaran, atau reimbursement. Yang dilakukan issuing bank adalah menghubungi Applicant sehubungan dengan kondisi dokumen yang discrepant tersebut, dan meminta penegasan Applicant apakah menerima adanya discrepancy tersebut atau menolak kondisi penyimpangan dokumen.
10. Issuing bank menyerahkan dokumen original kepada Applicant setelah ia menyelesaikan kewajiban dana pembayarannya. Selanjutnya, Applicant melakukan pengeluaran barang dari maskapai pelayaran dengan memenuhi kewajiban kepabeanan (import clearance).
PEMBAYARAN EKSPOR
Prosedur pembayaran dalam transaksi jual beli dalam lingkup domestik seperti yang terjadi antara supplier dengan eksportir di suatu negara atau transaksi jual beli antara importer dengan perusahaan grosir atau pengecer di negara lain bukan merupakan prosedur pembayaran yang rumit.
Berbeda halnya dengan cara pembayaran antara eksportir dengan importer yang berbeda negara. Cara ini menjadi penting untuk dipertimbangkan untung ruginya karena akan menentukan risiko transaksi. Berikut beberapa cara pembayaran yang dikenal dalam perdagangan internasional:
1. Advance Payment, yaitu mekanisme pembayaran yang menempatkan kewajiban importer untuk membayar lebih dahulu kepada eksportir sebelum dilakukan kewajiban pengiriman barang oleh eksportir.
2. Open Account, yaitu mekanisme pembayaran yang menempatkan kewajiban eksportir untuk mengirimkan barang lebih dahulu sebelum ia memperoleh pembayaran dari importer
3. Consignment, yaitu mekanisme pembayaran yang menempatkan kewajiban eksportir untuk mengirimkan barang dan akan menerima pembayaran bila seluruh barang laku terjual.
Ketiga jenis pembayaran ini mengandalkan fasilitas transfer dari perbankan namun pengendalian dokumen ada diluar peran perbankan. Sehingga bank tidak mengetahui status pengirim dan penerima dana termasuk hubungan bisnis yang dijalin dari transaksi pembayaran yang dilakukan. Dengan kata lain bank hanya menjembatani kelancaran transfer layaknya transfer biasa dengan memanfaatkan telegraphic transfer (TT).
Selain itu, metoda pembayaran ini berpotensi menimbulkan risiko kerugian yang dialami salah satu pihak. Karena kewajiban yang lebih dahulu dilakukan salah satu pihak belum tentu direspon dengan kewajiban pihak lain. Atau, kalaupun ada kewajiban pihak lain, bisa jadi pemenuhan kewajiban tersebut tidak dilakukan secara penuh.
Terlihat jelas pada pembayaran dengan advance payment yang didahului kewajiban importir dengan membayar sebagian atau seluruh dana senilai barang yang akan diimpor. Risiko importir bisa jadi berupa tidak diterimanya barang seluruhnya atau sebagian, barang diterima tetapi kondisi barang tidak sesuai permintaan, atau terjadi pelanggaran kesepakatan lainnya.
Sebaliknya, eksportir juga bisa menghadapi risiko gagal menerima pembayaran pada sistem open account dan consignment. Karena kewajiban pengiriman barang telah dilakukan sebelum ia menerima pembayaran. Risiko ini bisa terjadi dalam bentuk gagal bayar, menerima sebagian pembayaran saja, atau kalaupun menerima pembayaran penuh namun pembayarannya tidak pasti waktunya.
Dalam praktek, ada mekanisme pengiriman barang dengan cara menahan dokumen sekalipun eksportir membiarkan barang dikirim lebih dahulu. Baru kemudian eksportir bisa mengirimkan dokumen langsung kepada importir setelah mendapat pembayaran.
BAB.IV. PERAN PERBANKAN DALAM KELANCARAN PEMBAYARAN EKSPOR
Untuk lebih meminimalisir risiko gagal bayar atau gagal kirim, perlu ada pengendalian dokumen yang bisa dipercayakan kepada bank. Dengan demikian prosedur pengiriman dokumen tidak dilakukan secara langsung seperti pada ketiga cara di atas. Dalam hal ini bank bisa menagihkan pembayaran dengan pengiriman dokumen via perbankan dengan memanfaatkan jaringan perbankan.
Tetapi eksportir harus yakin bahwa barang yang ada dalam pengiriman memang benar-benar aman. Artinya tidak ada celah bagi importir untuk mengambil barang itu sebelum melakukan pembayaran. Importir harus juga yakin bahwa dokumen yang dipresentasikan via bank akan memberikan kemudahan dalam pengeluaran barang di pelabuhan tujuan. Bahkan spesifikasi barang dan nilainya sesuai dengan yang disebutkan dalam dokumen. Jadi, peran penting dokumen sangat diandalkan oleh kedua belah pihak untuk memenuhi kepentingannya masing-masing.
Ada dua cara pembayaran ekspor impor yang menanganan dokumennya melibatkan perbankan, yaitu collection dan letter of credit (L/C).
1. Collection, yaitu mekanisme pembayaran yang menggunakan jasa perbankan ketika menagihkan pembayaran berdasarkan dokumen ekspor, baik hanya dengan dokumen finansial saja (pure collection) maupun presentasi dokumen lengkap dengan dokumen komersial lainnya (documentary collection). Umumnya bank yang melayani kepentingan eksportir (remitiing bank) menjalankan instruksi untuk mengirimkan seperangkat dokumen yang ditagihkan kepada importer di luar negeri melalui bank luar negeri (collecting/presenting bank) yang ditunjuk importer.
Hanya saja tidak selalu setiap penyerahan (release) dokumen oleh presenting bank kepada importer akan disertai pembayaran saat itu. Hal itu tergantung dari kesepakatan eksportir dengan importer sebelumnya.
Bila dalam kesepakatan itu importer diharuskan membayar saat bank menyerahkan dokumen, presenting bank akan menjalankan perintah itu sesuai instruksi yang tampak pada surat pengantar dokumen dari remitting bank. Jenis ini yang lebih dikenal dengan document against payment (D/P). Sedangkan bila release dokumen itu paralel dengan penyerahan surat akseptasi(acceptance letter) atau surat sanggup bayar dari importer, berarti surat pengantar dokumen juga mengindikasikan klausul document against acceptance (D/A).
1. Letter of Credit (L/C), yaitu mekanisme pembayaran yang menggunakan jasa perbankan dan memberikan jaminan kepastian pembayaran kepada eksportir. Karena ada satu bank di negara importer di luar negeri yang memberikan jaminan pembayaran bersyarat. Jaminan itu diwujudkan dalam bentuk penerbitan surat kredit berdokumen (documentary credit) yang lebih dikenal dengan letter of credit.
Dalam memperlancar penyampaian (advice) L/C dan dokumen yang menjadi bagian realisasi L/C yang dipresentasikan eksportir, bank penerbit L/C (issuing bank) akan menunjuk bank lain (nominated bank) untuk memperlancar proses transaksi baik bank yang akan meneruskan L/C (advising bank) untuk kepentingan eksportir maupun bank yang akan mengambil alih dokumen dari eksportir (negotiating bank).
Dengan diterimanya L/C, eksportir akan mempelajari klausul L/C terutama untuk memastikan nilai, jenis, dan jumlah barang, syarat-syarat penyerahan (delivery term), batas akhir pengapalan (latest date of shipment), pemenuhan dokumen yang diminta (documents required), tenggat waktu presentasi dokumen (late presentation) dan lain-lain klausul.
Diharapkan dari hasil peninjauan L/C eksportir akan mudah memenuhi ketentuan L/C. Sehingga dokumen yang dipresentasikan eksportir akan sesuai dengan L/C (complying presentation).
Jadi status complying presentation itu penting bahkan menjadi pegangan eksportir untuk mendapatkan jaminan pembayaran dari issuing bank sesuai dengan prinsip L/C sebagai jaminan bersyarat. Karena itu eksportir bisa masuk ke tahap proses produksi atau penyiapan barang yang siap dikirimkan (shipment). Kemudian menyiapkan dokumen sesuai permintaan L/C baik yang diterbitkan sendiri maupun yang diterbitkan pihak ketiga.
Untuk dokumen yang diterbitkan sendiri, eksportir akan menyampaikan data sesuai fakta sehingga harus tercermin pada dokumen seperti invoice, packing list, beneficiary certificate, dan surat tagihan (drafts atau bills of exchange). Sedangkan dokumen lain yang tidak diterbitkan sendiri, eksportir harus memenuhi syarat administrasi yang diminta istansi lain untuk mendapatkan dokumen dengan tepat waktu. Beberapa dokumen yang pada umumnya diterbitkan oleh instansi lain adalah:
1. Dokumen transportasi (transport document). Bila pengiriman barang via laut maka dokumen yang diperlukan adalah bill of lading (B/L) dengan penerbit shipping company. Sedangkan pengiriman via udaya berjenis airway bill (AWB) yang diterbitkan oleh maskapai penerbangan.
2. Surat keterangan asal (SKA/certificate of origin) yang menerangkan keaslian barang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal (IPSKA)
3. Insurance certificate yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi
4. Inspection certificate yang diterbitkan instansi independen atau buyer’s agent
5. Fumigation Certificate, phyto-sanitary certificate, dan sanitary certificate seperti yang diterbitkan oleh Sucofindo
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar